WAHANA KREASI PEMUDA HINDU SUMATERA SELATAN

Rabu, 24 September 2008

TOLAK RUU PORNOGRAFI

Om Swastiastu,


Berikut kami sampaikan pernyataan sikap PP KMHDI terhadap RUU Pornografi. Pernyataan sikap ini sudah kami sampaikan ke Presiden RI melalui Bung Adnan Buyung Nasution pada dialog antara Wantimpres dan Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika kemarin (22/9) di Ruang Auditorium SetNeg. Untuk media, baru ke Media Hindu kami sampaikan pernyataan sikap ini.

Memang pernyataan sikap ini agak telat, tapi masih dibutuhkan mengingat masih ada usaha dari pihak lain yg berkeinginan agar RUU ini bisa disahkan. Bila pernyataan yg menolak semakin banyak, harapannya RUU Pornografi ini benar2 tidak disahkan bila masih berusaha untuk menyeragamkan budaya, cara pandang dan hanya berasal dari satu sudut pandang moral.

Demikian semoga dapat dimaklumi. Juga bila dari sisi bahasa, Pernyataan Sikap ini dianggap masih mentah, kami mohon dimaklumi :) :)



PERNYATAAN SIKAP

KESATUAN MAHASISWA HINDU DHARMA INDONESIA

(KMHDI)

TOLAK RUU PORNOGRAFI !!!

Om Anobadrah Kretawoyanthu Wiswatah

Merdeka…….!!!

Wahai Ibu Pertiwi Lihatlah Anak – Anak Mu Berjuang Mempertahankan Warisanmu!!!

Dengan Hormat,

Rancangan Undang-Undang Pornografi (RUU Pornografi) kembali ramai dibicarakan berbagai kalangan. Masyarakat Indonesia menyoroti berbagai pasal yang dinilai diskriminatif dan cenderung mengancam keutuhan budaya dan keanekaragaman bangsa. Ada beberapa hal yang menjadi sorotan di dalam RUU Pornografi tersebut antara lain; definisi pornografi itu sendiri, (pasal 1) larangan dan pembatasan, otoriterisme lembaga pemerintah, peranan masyarakat (Pasal 21) yang menyatakan Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. Ini artinya masyarakat dapat berperan aktif untuk turut melakukan pencegahan bahkan penggeledahan terhadap pihak lainnya dan kemungkinan bisa melampaui wewenang aparatur negara. Hal tersebut memungkinkan semua orang melakukan swiping dan kekerasan terhadap warga lainnya dengan dalih pornografi. Hingga sanksi pidana yang terlalu menciderai batasan normal sebuah peraturan perundang-undangan yang baik. Hampir dapat dikatakan tidak ada orang yang menginginkan bangsa ini hancur karena pornografi. Bagaimanapun perlu ada sebuah alat yang membendung efek pornografi itu. Namun, alat tersebut jangan sampai menimbulkan masalah yang baru.

Draft pertama UU APP dianggap sangat represif dan menghancurkan budaya masyarakat, khususnya perempuan. Selain ketidakjelasan definisi, juga telah menimbulkan multi tafsir dan beberapa pasal yang terkandung di dalamnya dianggap mengancam keBhinekaan Bangsa ini. Kini dengan kembali dibahas RUU Pornografi di lembaga legislatif, kami sebagai anak bangsa merasa bertanggung jawab untuk memberikan pemikiran demi kepentingan terbaik bangsa serta mempererat kesatuan dan persatuan demi NKRI tetap jaya berlandaskan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945.


RUU Pornografi tersebut tidak mencerminkan keanekaragaman budaya bangsa dan ekspresi seni budaya. Bangsa Indonesia dikenal dengan keanekaragaman budaya antara daerah dan memiliki ciri khas tersendiri yang tidak bisa disamakan antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Dalam RUU tersebut, keanekaragaman budaya tersebut akan terancam. Pelaksanaannya tentu akan mengancam keutuhan bangsa dan negara karena pasti akan ada kelompok tertentu yang akan memaksakan kehendak dengan dalih menjalankan amanat undang-undang yang jelas-jelas menciderai kebhinekaan warga negara.


Berdasarkan hal tersebut Pimpinan Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PP KMHDI) dengan tegas menolak disahkannya RUU Pornografi, karena:

  1. KMHDI menilai dengan disahkan serta diberlakukannya RUU ini menjadi UU akan menimbulkan konflik horizontal dan membuka celah disintegrasi NKRI mengingat Proses pembahasan RUU Pornografi telah menyalahi prosedur dalam tata tertib pembahasan Undang-Undang di DPR. Di mana proses konsultasi, sosialisasi dan partisipasi publik tidak secara serius disertakan dalam RUU Pornografi ini.
  2. RUU Pornografi memunculkan keresahan sosial, intervensi negara yang berlebihan terhadap kebebasan individual yang membuktikan bahwa negara melanggar Hak asasi warga negara. Makna Pasal 28 dan pasal 29 UUD 1945 yg jadi dasar konsiderans bermakna kebebasan, sehingga tugas negara untuk melindunginya. Tapi dalam RUU Pornografi malah lebih banyak aturan melarang dengan ancaman dibandingkan kata-kata melindungi. Ada kesalahan spirit dari RUU Pornografi.
  3. Definisi kata pornografi dalam RUU Pornografi ini substansinya sangat tidak jelas dan sangat berpotensi mengganggu kehidupan bersama di masyarakat karena akan mengarahkan orang pada suatu cara pandangan moral tertentu dan kepentingan tertentu. (lihat pasal 1, kata; "yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat").
  4. RUU Pornografi melanggar pasal 5 huruf g UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Di mana, UU yang baik adalah peraturan yang sesuai dengan asas kejelasan rumusan. Makna ketelanjangan terlalu abscurd apalagi bisa ditafsirkan oleh masyarakat sebagai alasan melakukan pencegahan atau main hakim sendiri atas nama penegakan hukum UU Pornografi. Ini rawan multitafsir, pasal-pasal nya sangat elastis. Sementara hukum Pidana harus memenuhi unsur-unsur secara tegas didasarkan asas legalitas.
  5. RUU Pornografi merupakan bentuk intervensi moral warga negara oleh negara, dan pemaksaan standar moral salah satu kelompok kepada semua warga negara (penjelasan Pasal 3, yang menyangkut asas dan tujuan). Hal tersebut terlihat sangat jelas dalam urusan berpakaian. Urusan berpakaian masuk dalam Norma Kesopanan, dan Norma Kesopanan masuk dalam budaya. Di UUD 1945 budaya berada dalam Pasal 32 UUD 1945, namun RUU Pornografi malah masuk domain pasal 29 yang mengatur soal Agama. Norma Agama berbeda dengan norma Kesopanan. Kalau menggunakan Norma agama, pertanyaannya Agama manakah yang dipakai sebagai landasan?
  6. RUU Pornografi menimbulkan aksi sepihak masyarakat yang akan menimbulkan konflik horizontal (hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 22 RUU ini).
  7. RUU Pornografi mengancam keragaman budaya bangsa, kebebasan berkesenian, dan kebebasan berekspresi.
  8. RUU Pornografi mengancam kebebasan pers dan informasi.
  9. RUU Pornografi tumpang tindih dengan peraturan yang lain (berbicara persoalan pornografi, ternyata sudah diatur secara lebih detail dan menyeluruh dalam peraturan sebelumnya yakni: KUHP, UU Perlindungan anak, UU Pers, UU Perfilman), lantas mengapa di buat RUU lagi, dan menghabiskan uang rakyat untuk undang - undang yang tidak bisa mensejahterakan rakyat.
  10. Dibanding masalah pornografi, masih banyak masalah bangsa yang perlu mendapat perhatian utama seperti masalah korupsi, masalah kemiskinan dan masalah pendidikan.

Dengan memperhatikan alasan - alasan diatas dan mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, terjaminya Hak Asasi Warga Negara serta mempertahankan Demokrasi di negeri ini. maka kami Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) dengan ini menolak RUU Pornografi dan Segera Hentikan Pembahasan RUU Pornografi.

Satyam Eva Jayate!!

Om Santih, Santih, Santih Om

Semoga semua mahkluk, hidup berdampingan dengan damai dan bahagia

Jakarta, 21 September 2008

Pimpinan Pusat KMHDI

ttd

I Gde Dharma Nugraha

Presidium

Kontak Person:

I Gde Dharma Nugraha – 081584052250/ 02133842260

I.G.A. Anom Gautama A.P. – 08179651008

www.kmhdi.org

presidium@kmhdi. org

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda