WAHANA KREASI PEMUDA HINDU SUMATERA SELATAN

Kamis, 25 September 2008

PULAU KEMARAU


Pulau yang terletak di bagian hilir Sungai Musi ini luasnya sekitar 5 ha. Di atasnya, kini berdiri sebuah kelenteng Hok Ceng Bio yang mulai dibangun tahun 1962. Sebelumnya, kelenteng ini hanya berupa bangunan gubuk. Bagi penganut Budha, Kong Hu Cu, dan Tridharma di Palembang, pulau ini memiliki makna ritual yang tinggi. Selain menjadi pusat kegiatan Cap Go Meh (Hari Raya yang diselenggarakan pada hari ke-15 setelah Sincia atau Tahun Baru Kalender Lunar?juga dipercaya sebagai lambang cinta sejati. Kepercayaan ini berangkat dari legenda mengenai terbentuknya Pulau Kemaro. Pangeran dari Negeri Cina, Tan Bun An, menikahi seorang putri Raja Palembang, Siti Fatimah. Keduanya meninggal di Sungai Musi. Setiap tahun memasuki malam kelima belas setelah Imlek, Pulau Kemaro dipadati penganut Tridharma yang merayakan Cap Go Meh. Bukan hanya berasal dari Indonesia, para penganut Tridharma, Budha, dan Kong Hu Cu yang berasal dari mancanegara pun hadir di pulau ini. Perayaan bulan purnama pada bulan Cia Gwee (bulan pertama tahun lunar) ini dilakukan semua marga Tionghoa, baik ia beragama Budha, Taoisme, atau Kong Hu Chu. Tetapi, untuk ritual sembahyang, hanya dilakukanoleh umat Tridharma. Perayaan serupa ini tidak hanya berlangsung di Kelenteng Hock Ceng Bio, Pulau Kemaro. Daerah lain seperti Manado, Pontianak, Jawa Timur, dan Medan pun menjadi pusat perayaan CapGo Meh. Hanya, perayaan di Pulau Kemaro sangat khas dibandingkan tempat lain Saat ritual berlangsung, sembahyang dilaksanakan di enam tempat, baik di luar maupun dalam kelenteng. Sekitar pukul 23.00 dilakukan sembahyang kepada Thien (Tuhan di langit) selama 15 menit. Ritual dilanjutkan dengan sembahyang bagi Hok Tek Cin Sin (Dewa Bumi) selama 15 menit. Secara faktual, Pulau Kemaro memiliki rangkaian sejarah yang panjang. Masa Kerajaan Palembang, pulau ini menjadi basis pertahanan atau benteng. Karena kekalahan VOC pada tahun 1658, Armada Perang Belanda di bawah pimpinan Joan Van der Laan menargetkan perebutan benteng di pulau ini sebagai prioritas pada perang yang terjadi tahun 1659. Pasca pemberontakan yang dikenal sebagai Gerakan 30 September atau G 30S/PKI, Pulau Kemaro kembali memegang peran sejarah. Di bagian hilir pulau itu, yang mengarah ke muara, dibangun semacam kamp tahanan. Di tempat inilah, orang-orang yang dituduh sebagai anggota PKI ditahan. Sebetulnya, bukan hanya penahanan yang terjadi melainkan juga pembantaian. Bahkan pada masa tahun 1965 akhir hingga tahun 1966, warga Kota Palembang sempat tidak mau makan ikan dan udang dari Sungai Musi.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda