KANTOR LEDENG
Pembangunan Menara Air, yaitu instalasi pengolahan air bersih pada masa Walikota Palembang dijabat Ir. R.C.A.F.J. Le Cocq d?Armandville dapat dikatakan sungguh luar biasa. Pasalnya, saat itu keuangan Haminte (Gemeente) Palembang sedang dalam kondisi yang sangat buruk. Ketika tercetus ide untuk membangun Menara Air ?akhirnya dikenal sebagai Kantor Ledeng?pada tahun 1928, utang Haminta Palembang sudah menumpuk. Untuk pajak jalan dan jembatan saja, mencapai 3,5 ton emas, Ini belum lagi keterpurukan akibat parahnya sistem administrasi. Setahun kemudian, 1929, setelah pembuatan master plan kotyaoleh Ir. Th. Karsten, dibangunlah sarana air bersih. Selain bangunan berupa menara ?saat ini, pendidtribusiannya dikenal sebagai sistem gravitasi?setinggi 35 meter dan luas bangunan 250 meter persegi. Bak tampungnya berkapasitas 1.200 meter kubik. Arsitek yang menangani pembangunan gedung ?juga dimanfaatkan sebagai Kantor Haminte dan Dewan Kota?ini adalah Ir. S. Snuijf. Dipilihlah lokasi gedung di tepi Sungai Kapuran dan Sungai Sekanak. Sehingga pada masa itu, posisi Kantor Ledeng tepat di tepian air. Namun kemudian, seiring dengan pembangunan jembatan yang melintasi Sungai Sekanak, Sungai Kapuran pun ditimbun. Akibatnya dapat diduga. Jalan yang melintas di depan Kantor Ledeng itu pun mengalami banjir saat musim hujan disertai pasang naik Sungai Musi. Ini terlihat pada sebuah foto yang berangka tahun 1930-an. Pada saat Kemerdekaan RI diproklamasikan, 17 Agustus 1945, Kantor Ledeng menjadi saksi heroisme pemuda di Palembang. Para pejuang yang terdiri atas bekas opsir Gyu Gun, yaitu Hasan Kasim, M. Arief, Dany Effendy, Raden Abdullah (Cek Syeh), Rivai, dan mantan opsir Gyu Gun lainnya, bekerja sama dengan kelompok pemuda yang dipimpin Mailan beserta pembantunya, Abihasan Said dan Bujang Yacob. Mereka mengibarkan bendera kebangsaan di empat sisi atas Kantor Ledeng.
Label: SEJARAH PALEMBANG
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda