MAKNA DAN HAKIKAT PURA DALAM HINDU
Pelinggih Ider Bhuwana
Isa vasam idam sarvam.
yat kim ca jagatyam jagat.
tena tyaktena bhunjitha
ma grdhah kasya svid dhanam
(Yajurveda, LX.)
Maksudnya:
Tuhan Yang Maha Esa itu berstana di seluruh alam semesta baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang memiliki kehidupan. Tidak ada bagian alam tanpa kehadiran Tuhan Yang Maha Esa itu. Pandanglah dunia ini dengan ketidakterikatan. Dan, jangan sama sekali menginginkan kekayaan milik orang lain.
Tempat pemujaan umat Hindu yang disebut pura itu adalah simbol alam semesta atau Bhuwana Agung. Karena pada hakikatnya stana Tuhan itu adalah alam semesta itu sendiri. Weda juga menyatakan bahwa Tuhan seperempat maha ada di alam ini dan tiga perempatnya di luar alam semesta.
Di belakang bangunan suci (pelinggih) Padma Tiga pada Mandala kedua Pura Penataran Agung Besakih terdapat sebuah bangunan berupa balai yang dibangun di atas alas yang cukup tinggi sejajar dengan Pelinggih Padma Tiga. Bangunan suci berupa balai tersebut bernama Balai Pesamuan. Di sebelah kiri Balai Pesamuan terdapat Pelinggih Sang Hyang Ider Bhuwana. Dua pelinggih ini memiliki hubungan yang sangat erat dalam menggambarkan keberadaan Kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa di alam semesta ini.
Sebagaimana telah diuraikan dalam beberapa tulisan bahwa Pura Besakih sebagai lambang alam semesta stana Tuhan yang Maha Esa. Berbagai dimensi alam semesta (Bhuwana Agung) atau makrokosmos divisualisasikan dalam berbagai simbol dalam berbagai bentuk arsitektur sakral di Pura Besakih. Seperti ada kelompok Pelinggih Soring Ambal-ambal yang menggambarkan alam bawah yang disebut Sapta Patala yaitu tujuh lapisan bumi ke bawah.
Sementara adanya kelompok Pelinggih Luhuring Ambal-ambal sebagai pelinggih yang menggambarkan alam atas yang disebut Sapta Loka yaitu tujuh lapisan langit sorga. Titik sentral Pelinggih Soring Ambal-ambal ada di Merajan Selonding dekat Pura Ulun Kulkul, tempat pemujaan Tuhan sebagai Mahadewa yang ada di bagian barat Pura Penataran Agung Besakih. Sedangkan titik sentral kelompok pelinggih di Luhuring Ambal-ambal ada di Pelinggih Kehen Meru Tumpang Lima di Mandala ketiga Pura Penataran Agung Besakih.
Pelinggih Soring Ambal-ambal dan Luhuring Ambal-ambal itu melukiskan bahwa Tuhan itu berada dan dipuja di kedua lapisan alam semesta itu. Di Balai Pesamuan itu sebagai tempat upacara yang melukiskan berkumpul dan bersatunya semua dewa-dewa manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang dipuja di kompleks Pura Besakih, baik yang ada di Pelinggih Soring Ambal-ambal maupun di Pelinggih Luhuring Ambal-ambal. Upacara yang melukiskan semua dewa manifestasi Tuhan berkumpul di Balai Pesamuan itu umumnya dilakukan saat ada upacara Batara Turun Kabeh. Kata Batara Turun Kabeh artinya semua dewa manifestasi Tuhan yang disebut Batara itu urun dan bersatu untuk memberikan anugerah kepada umatnya yang berbakti pada Tuhan. Upacara Batara Turun Kabeh ini dilakukan setiap tahun pada Sasih Kedasa.
Saat dilangsungkan upacara Batara Turun Kabeh itu simbol-simbol sakral yang utama yang ada di semua kompleks Pura Besakih itu diusung secara ritual dan distanakan di Balai Pesamuan. Hal ini menggambarkan bahwa semua para dewa bersatu untuk memberikan karunia kepada umat sesuai dengan kadar karma dan baktinya.
Hal ini sesungguhnya sangat menarik untuk dipahami secara teologi Hindu. Agama Hindu mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa tetapi kemahakuasaan Tuhan itu tiada terbatas. Manusia tidak mungkin dapat memahami dan mampu memuja Tuhan dengan semua kemahakuasaan-Nya.
Dalam ajaran Hindu kemahakuasaan Tuhan itu disimbolkan ada di seluruh penjuru. Artinya ada di delapan penjuru angin dan tiga di tengah yaitu bawah tengah dan atas. Tidak ada penjuru alam ini tanpa kehadiran Tuhan. Seluruh penjuru itu dilambangkan menjadi sebelas penjuru. Seluruh penjuru itu kalau dihubungkan dengan suatu garis akan melingkar bulat. Karena itu, Bhuwana Agung itu dilukiskan sebagai Pelinggih Ider Bhuwana stana Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu kini di Balai Pesamuan ada Pelinggih Ider Bhuwana di Penataran Agung Besakih.
Konsep pemujaan Tuhan menurut Hindu adalah mengaitkan pemujaan itu untuk mencerahkan kehidupan pemujanya. Kalau ia sebagai petani sawah Tuhan dipuja sebagai Dewi Sri. Kalau pedagang di pasar memuja Tuhan sebagai Dewi Laksmi yaitu Tuhan sebagai dewa keberuntungan. Dewi Sri, Tuhan sebagai dewa kesuburan pertanian.
Demikian juga Tuhan dipuja di semua penjuru alam semesta. Kalau Tuhan itu dipuja di sembilan penjuru disebut Dewata Nawa Sangga. Kalau Tuhan itu dipuja di sebelas penjuru maka Tuhan itu dipuja di sebelas penjuru maka Tuhan itu disebut Eka Dasa Dewata. Jadinya sinar kemahakuasaan Tuhan itu ada di mana-mana.
Dalam konsep Siwa Sidhanta, Tuhan yang dipuja untuk melindungi arah timur disebut sebagai Dewa Iswara. Sebagai pelindung arah barat Tuhan dipuja sebagai Dewa Mahadewa. Di arah utara dipuja sebagai Dewa Wisnu dan di selatan Tuhan dipuja sebagai Dewa Brahma. Di tengah dipuja sebagai Dewa Siwa. Demikian seterusnya.
Sesungguhnya Tuhan itu tetap esa dan mahakuasa menurut ajaran agama Hindu. Di seluruh kompleks Pura Besakih, Tuhan dipuja sebagai dewa-dewa sinar kemahakuasaan-Nya. Seluruh dewa manifestasi Tuhan itulah yang dipuja di Balai Pesamuan saat ada upacara Batara Turun Kabeh. Hal ini sebagai suatu upacara untuk mengingatkan umat Hindu agar dalam segala aspeknya kehidupannya selalu berpedoman pada penguatan spiritual yang bersumber dari ajaran agama sabda Tuhan.
Di Balai Pesamuan itulah media untuk menyeimbangkan wawasan hidup yang utuh dan tidak mendikotomikan perbedaan berbagai aspek kehidupan. Misalnya ada orang yang hanya mementingkan sembahyang saja dalam beragama. Tetapi tidak melakukan perbuatan jujur dan baik dalam berbisnis. Justru saat sembahyang mereka mohon kepada Tuhan semoga permainan busuknya dalam bisnis atau politik misalnya tidak diketahui orang lain.
Dewa-dewa yang distanakan di seluruh kompleks Pura Besakih mencerminkan semua aspek kehidupan untuk dimohonkan peningkatan menuju kesucian. Hal inilah yang disatukan di Balai Pesamuan saat ada upacara Batara Turun Kabeh. Balai Pesamuan juga sebagai simbol Ida Batara Tedun menjumpai umatnya. Melakukan pesamuan agar sweca yang dianugerahkan sesuai dengan baktinya umat dan masineb untuk kembali ke keluhuring akasa yaitu alam Brahman.
Label: RENUNGAN
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda