WAHANA KREASI PEMUDA HINDU SUMATERA SELATAN

Minggu, 28 September 2008

REFLEKSI SOSIORELIGIUS NGAYAH


Secara fenomenalogis, ngayah merupakan sebuah gejala sosio-religio-kultural masyarakat Hindu. Dalam kaitan ini ngayah menjadi gejala religio-kultural yang dengan jelas dapat diamati dalam masyarakat bersangkutan. Dan daripadanya, kita dapat suatu formulasi berkenaan dengan masalah pola pikir, ide, gagasan, sikap dan point of view mereka. dan lebih penting, fenomena ngayah sebagai gejala sosiobudaya yang tampak pada saat diteliti lebih jauh, dan ditarik sebagai terminus anteequem dalam melihat kecendurang-kecenderungan hidup sosio-kultural masyarakat Hindu dimasa yang akan datang. Betapa tidak, sebab hidup masyarakat Hindu ialah juga bagian dari bagian yang tak terpisahkan dari hidup masyarakat dan budaya dunia, terlebih kala dimana kita tengah menyongsong millinium ke tiga (babak ketiga putaran Kaliyuga, terutama pasca tahun masehi) ini.

Apakah aktivitas ngayah masih relevan? Pertanyaan ini bernada minor, pesimistis dan eskapis! Untuk itu ¡§energinya¡¨ harus direinforcement, dengan membalik, ¡§bagaimana merefleksikan ngayah agar tetap relevan¡¨? ini adalah kegelisahan yang positif, bertenaga, serta punya darah: bukan pucat bangkai! Maka alternative problem solvingnya pun menjadi lebih dinamik, disbanding yang semula, yang berkesan menghidap ¡§Hinduwi impotent¡¨! upaya yang dapat ditempuh untuk merefleksikan ¡§ethos ngayah¡¨ atau sikap ¡§devotionalty¡¨ sangat jamak (there are many kinds of relegio-cultural activities). Dan dalam kontek ini, segenap lapisan masyarakat Hindu memiliki peluang yang seluas-luasnya dalam melaksanakan Dharma Agamanya di dalam hidup mereka.

Refleksi ethos ngayah dalam kontek budaya global ini dapat dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan catatan, bahwa segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia Hindu itu dilandasi ¡§Jiwa Dasyam¡¨ yang tulus dan ikhlas kepada Ista Dewata (Hyang Widhi dalam segala perwujudannya sebagai SAGUNA BRAHMAN, atau pun dalam ketidakberwujudannya sebagai NIRGUNA BRAHMAN yang dipuja/puji sebagai satu-satunya perlindungan).

Bentuk pemahaman, penghayatan dan implementasi ngayah dalam arti luas ini, antara lain dapat direfleksikan melalui menulis cerita-cerita ke-Tuhanan, menulis buku-buku agama, Dharma wacana, menyekolahkan anak yatim/piatu, mengajarkan tentang agama dan sebagainya.

Bila berbagai kegiatan hidup itu dilakukan sebagai cermin dari sifat ¡§devotional service, freedom of compensation, atau kerja sebagai suatu ibadah (persembahan) relegius kepada Hyang Widhi Wasa¡¨, maka aktivitas itu tercakup dalam pengertian ngayah. Hingga kini, ngayah memang lebih banyak dipahami, dimaknai dalam lingkup yang sempit dan terbatas. Seperti ngayah membuat upakara pada waktu piodalan di pura, mempersembahkan Tari Wali, Bebali, atau memercikkan tirtha kepada umat, dan sebagainya. Akibat banyak warga yang tidak bisa terlibat dalam kegiatan ngayah berkenaan dengan piodalan itu, merasa dirinya ¡§asing¡¨ atau ¡§tidak percaya diri¡¨, atau ¡§bahkan tidak enak tidur¡¨.

Jika mereka memahami dengan benar secara konseptual tentang makna dan hakekat dari ngayah, maka hal itu tidak perlu terjadi. Tapi inilah suatu ¡§gejala¡¨ dari jiwa/atma yang telah terkontaminasi ¡§maya¡¨ (unsure prakerti), ia lupa akan entitasnya yang tidak terbatas, akan tetapi karena belenggu maya ia menjadi bingung, linglung, berpikir sempit, terbatas dan terkungkung. Ia terjebak kepada ¡§False conciousness¡¨ akan eksitensi ¡§adanya yang tiada¡¨. Dalam kekawin Arjuna Wiwaha, Mpu Kanwa mengibaratkan, ¡§seperti angin di dalam bumbung bambu¡¨

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda