WAHANA KREASI PEMUDA HINDU SUMATERA SELATAN

Minggu, 09 November 2008

Rumah Rakit



Apabila kita berlayar di sungai-sungai di wilayah palembang, di kiri dan kanan sungai tampak rumah-rumah tinggal yang terbuat dari kayu. rumah-rumah ini merupakan rumah yang dibangun di atas tiang yang ditancapkan di tepian sungai. selain itu juga terdapat rumah-rumah rakit yang ditambatkan di tepian sungai. di sungai tersebut berhilir mudik perahu dan lancang yang mengangkut orang, sayur-mayur dan barang-barang kebutuhan sehari-hari, termasuk juga barang tembikar dari daerah penghasilnya di daerah sungai komering , di kayu agung. gambaran kesibukan lalu lintas sungai seperti ini sudah berlangsung sejak lama.

Kegiatan bermukim berasal dari kata mukim , yang berarti diam,atau berdiam di suatu tempat. pemukiman merupakan kumpulan beberapa pemukim, hingga berkembang menjadi ratusan bahkan ribuan pemukim.

Pemilihan tempat bermukim biasanya selain atas pertimbangan keamanan, juga kondisinya memungkinkan untuk mendirikan pemukiman, serta berdasarkan tersedianya atau dekat dengan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup. pemukiman tepi sungai merupakan salah satu bentuk interaksi manusia dengan alamnya, yang pada awalnya dipilih berdasarkan pertimbangan pemanfaatan lingkungan.

Khusus di daerah sumatera, seperti yang terdapat di jambi dan sumatera selatan, faktor pertanian sawah basah bukan merupakan faktor yang paling dominan dalam pemilihan lokasi di tepi sungai. sungai pada masa lalu merupakan sarana transportasi utama untuk membawa hasil bumi dari wilayah hulu sungai, terutama yang dikenalnya damar, kapur barus, dan rempah-rempah, yang merupakan komoditi dagang potensial , selain hasil bumi lainnya berupa hasil pertanian, kayu hutan, dan buah-buahan.

Daerah tepi sungai merupakan salah satu bentuk pilihan lokasi pemukiman yang pada umumnya merupakan pemukiman tradisional. pemukiman tepi sungai di palembang memiliki sejarah panjang di indonesia. berdasarkan sejarah dan hasil temuan arkeologis, bukti-bukti tentang adanya kegiatan bermukim di wilayah ini telah ada sejak abad ke enam masehi.

Dalam berita china yang berasal dari abad ke tiga belas masehi diceritakan keadaan kota sriwijaya, atau san fo si, yang penduduknya tinggal di tepian sungai. disebutkan bahwa rumah-rumah tinggal di kota ini, yang dibangun di tepian sungai, merupakan rumah-rumah panggung , atau rumah-rumah rakit, beratap rumbia yang ditambatkan di tepian sungai. penduduknya mahir berperang baik di darat maupun di air.

Menurut catatan musafir china yang bernama ma-huan , juga fei xin saat berkunjung ke palembang pada tahun seribu empat ratus enam belas, menceritakan bahwa di palembang banyak airnya, tetapi tanahnya sedikit. para pemuka masyarakat tinggal di darat, sedangkan rakyat kebanyakan berumah di rakit yang tertambat pada tonggak di tepi sungai. walaupun setiap hari air pasang pada pagi dan malam hari, orang yang berumah di rakit tak terganggu oleh pasang surutnya air, sehingga penghuninya hidup tentram dan juga dengan mudah memindahkan rumah dengan cara melepas tambat rakitnya.

Pada masa kesultanan hingga kolonial dan masa kemerdekaan, pemukiman penduduk di koat palembang berkembang , dan terpusat di tepi sungai musi terutama di tepi bagian utara. pada masa kesultanan terdapat peraturan yang mengatur tentang kepemilikan dan penggunaan lahan. oleh karena palembang terletak di dataran rendah yang berawa-rawa dan dialiri oleh banyak anak sungai sehingga hanya pada bagian-bagiantertentu terdapat tanah-tanah tinggi dan padat, maka pembagian lahan serta letak permukiman pun diatur berdasarkan status sosial dan mata pencaharian masyarakat masa itu.

Selain kondisi lahan yang kurang memadai, palembang merupakan kota kuno yang berkembang pesat di masa kesultanan palembang dan banyak dipengaruhi oleh kebudayaan jawa, sehingga seperti kota-kota islam kuno lainnyadi nusantara, palembang pada masa kesultanan memiliki pola penataan kota tersendiri.

Ibukota palembang dialiri banyak sungai, yang kemudian bermuara di sungai musi. hal ini menyebabkan palembang mendapat julukan kota dua puluh pulau, dan kota seratus sungai.

Mata pencaharian penduduk palembang umumnya berdagang. berdasarkan catatan sevenhoeven, palembang pada masa kesultanan tidak terdapat pasar umum, para pedagang melakukan transaksi dagang diatas sungai dengan menggunakan perahu-perahu mereka. para pedagang pribumi umumnya berdagang hasil bumi yang mereka dapat dari hasil perkebunan ataupun yang mereka kumpulkan dari hutan atau sungai. selain itu mereka , terutama orang palembang asli juga menjual hasil kerajinan rakyat yang terbuat dari rotan, tembikar, logam, dan kain tenun sutra, songket. para pedagang asing yang datang ke palembang terdiri dari orang china, arab, eropa, siam, malabar, dan pedagang dari wilayah lain di nusantara seperti dari maluku, jawa, bugis, dan aceh.

Gambaran kota palembang masa lampau itu menunjukkan adanya kesamaan dengan masa sekarang, yakni bahwa orang palembang gemar tinggal di tepian sungai. sungai merupakan jalur transportasi penting sejak dulu hingga sekarang. melalui sungai ini, orang membawa berbagai jenis barang komoditi dari dan ke daerah hulu, serta dari dan ke daerah luar palembang. dengan gambaran seperti itu, kita dapat menyimpulkan bahwa palembang adalah kota air.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda