WAHANA KREASI PEMUDA HINDU SUMATERA SELATAN

Minggu, 28 September 2008

Pasrah bukan Kemalasan



BANYAK orang yang dalam menjalani hidup ini menyebutkan diri pasrah saja pada kehendak takdir. Sikap hidup seperti itu tentunya tidaklah salah. Yang penting bagaimana sikap pasrah itu dipahami secara benar dan tepat. Ada orang yang dalam berbagai kegiatan hidupnya banyak mendapatkan berbagai halangan bahkan kegagalan.

Mereka pun putus asa, apatis dan pasif dalam keseharian hidupnya. Setelah itu mereka semakin apatis dan menyatakan diri pasrah kepada kehendak takdir, lalu tidak berbuat apa lagi, bahkan menyalahkan Tuhan tidak adil.

Swami Satya Narayana menyatakan pasrah itu bukanlah kemalasan. Pasrah itu adalah kerja. Kerja itu adalah Jnyana, Karma dan Bhakti. Artinya belajar, berbuat dan berbhakti pada Tuhan, itulah yang seharusnya selalu diusahakan. Kembangkanlah sikap Dhyayana. Artinya terus memotivasi keinginan untuk belajar mencari ilmu agar dapat menyelenggarakan hidup ini dengan sebaik-baiknya berdasarkan kebenaran. Wujudkanlah hasil pengetahuan itu dalam kerja yang baik dan perbuatan yang benar.

Kalau kita sudah bekerja dan berbuat berdasarkan ilmu atau jnyana sebaik mungkin selanjutnya serahkanlah pada kehendak Tuhan kapan usaha itu mendapatkan pahalanya. Yakinkanlah diri seyakin-yakinnya bahwa setiap perbuatan baik dan benar pasti akan diberikan pahala yang baik dan benar juga oleh Tuhan. Tuhan tidak mungkin tidak adil dan kasih pada umat-Nya. Itulah sesungguhnya pasrah. Yang kita serahkan dengan penuh rasa bhakti pada Tuhan adalah upaya kita dalam melakukan Jnyana dan Karma. Swami Satya Narayana menyatakan bahwa Jnyana, Karma dan Bhakti itu adalah tiga hal yang memang berbeda tetapi bukanlah tiga hal yang terpisah-pisah.

Kedudukan Jnyana, Karma dan Bhakti sangat simultan. Artinya saling menunjang dan saling menentukan. Jnyana tanpa Karma akan berputar-putar dalam teori saja. Berkarma tanpa Jnyana atau pengetahuan yang benar tentang apa yang dikerjakan maka kerjanya itu akan sulit dilakukan, tidak efisien bahkan bisa salah arah. Kerja yang dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan yang benar itulah kita serahkan pada Tuhan berdasarkan bhakti. Karena itulah pengertian pasrah menurut konsep agama Hindu bukanlah pasif dan statis, justru aktif giat berusaha untuk memperbaiki nasib individu dan nasib bersama dengan konsep Jnyana, Karma dan Bhakti yang simultan. Kalau perpaduan itu benar-benar terjadi dengan sebaik-baiknya dan berkesinambungan itulah jalan Raja Yoga.

Ajaran tattwa agama Hindu itu, agar mudah memahaminya di samping digunakan sarana tertulis dan lisan juga disampaikan lewat simbol-simbol upacara yang sakral.

Simbol-simbol itu dibuat dari bunga, daun dan buah yang dirangkai dengan indah berdasarkan konsepsi tattwa yang dalam. Bunga menurut lontar Yadnya Prakerti lambang pikiran yang tulus dan suci. Daun-daunan yang dijadikan hiasan simbol banten itu lambang pengejawantahan pikiran yang suci. Daun-daunan yang diukir atau diringgit dinyatakan sebagai lambang kelanggengan pikiran melakukan yadnya. Sedangkan buah-buahan baik yang sudah diolah maupun yang masih segar dan utuh dijadikan perlengkapan upacara disebut sebagai rakan banten, lambang widyahara-widyadhari. Widyadhara dalam bahasa Sansekerta artinya mereka yang memangku atau merangkul ilmu pengetahuan.

Simbol-simbol banten atau sesaji itu hendaknya tidak berhenti pada simbolnya saja. Ia harus diwujudkan lebih nyata dengan mengembangkan pikiran yang cerah serta mengembangkannya menjadi konsep-konsep yang lebih aktual, bisa dilakukan dalam menyelenggarakan hidup ini sebaik mungkin.

Label:

HAKIKAT (FILOSOFI) NGAYAH


Aktivitas ngayah yang masih melekat dalam sikap bathin dan budaya manusia Hindu pada hakekatnya berpegang pada suatu rumusan filosofis ¡§kerja sebagai ibadah¡¨ dan ¡§ibadah dalam kerja¡¨. Dalam disiplin kerja relegius manusia modern (barat) pemahaman demikian tertuang salam motto ¡§ora et labora¡¨ (bekerjalah dan berdoalah). Paham kerja dalam folosofis ini ialah representasi kerja dari sesosok ¡§para bhakta¡¨ sebagai ¡§Dasyam¡¨ kepada Ista Dewata.

Paham kerja ini dengan jelas dittahtakan dalam kitab Bhagawadgita ll.47, seperti yang dinyatakan dalam kutipan berikut:

¡§Karmany evadhikaras te ma phalesu kadacana ma karma phala hetur bhur ma te sanggostava akarmani¡¨ ¡§Hanya berbuat untuk kewajiban bukan hasil perbuatan itu (kau pikirkan), jangan sekali-kali pahala menjadi motifmu bekerja, jangan pula tidak bekerja (sebab tak berharap pahala)¡¨ Dalam paham kerja ini, hanya semata-mata untuk pahala material (pamrih), atau sama sekali tidak bekerja, (nirkarma) karena semata-mata sesempit ¡§angin di kurungan ruas bambu¡¨ sindiran Mpu Kanwa.

Pemaham atas hakekat kerja tersebut secara praktis juga perlu didukung oleh suatu sikap bathin yang terumus dalam kalimat ¡§rame ing gawe sepi ing pamrih¡¨. Ungkapan ini nampak sederhana tapi mengandung makna yang sangat dalam, terutama berkenaan dengan paham kerja di atas. Secara teoritis, paham kerja ngayah ini dilihat dari pemikir K. Bertnes (Etika,1997:211-212) akan mengandung dua konskuensi etik yaitu Etika keutamaan dan etika kewajiban.

Etika keutamaan yang berabad-abad telah dikemukan oleh Sokrates, Plato dan Aristoteles pada dasarnya berorientasi pada ¡§being manusia¡¨, dengan rumusan ¡§what kind of person should I be¡¨ (saya harus menjadi orang yang bagaimana). Sedang etika kewajiban yang dikembangkan oleh David Hume, dan Kant bagi kehidupan zaman modern, pada prinsipnya berorientasi pada ¡§doing manusia¡¨ dengan rumusan ¡§what should I do¡¨ (saya harus mengerjakan apa?)

Rumusan ini bagi sosok manusia Hindu lebih jauh diperdalam dalam pemahaman ¡§kharisma¡¨ yang di sebut ¡§Taksu¡¨. Konsep ini spiritual taksu menjadi dasar baik dalam representasi paham kerja yang mengacu pada being maupun doing manusia. konsep ini tidak semata-mata memberi pergulatan teknik, tapi juga religius yang pengayan dan pendalaman atas nuansa spiritual dan theologisnya tentu berbaris pada aktivitas NGAYAH.

Dalam tatanan inilah kegiatan ngayah secara filosofis adalah upaya yang automatically memiliki hakikat ¡§kebebasan eksistensial ini, seperti di sindir di dalam lontar Singhalanggyala Parwa, bahwa tidak jatuh dari langit yang dinyatakan : ¡§tan hanang wastu tan palalayan¡¨ (tiada anugrah tanpa suatu usaha sungguh-sungguh untuk menggapai-Nya.

¡§Mari ngaturang ayah sebagai persembahan suci kepada Hyang Widhi Wasa¡¨.

Serve to the all mind kind is serve to the God Serve is Love Serve is God

Label:

REFLEKSI SOSIORELIGIUS NGAYAH


Secara fenomenalogis, ngayah merupakan sebuah gejala sosio-religio-kultural masyarakat Hindu. Dalam kaitan ini ngayah menjadi gejala religio-kultural yang dengan jelas dapat diamati dalam masyarakat bersangkutan. Dan daripadanya, kita dapat suatu formulasi berkenaan dengan masalah pola pikir, ide, gagasan, sikap dan point of view mereka. dan lebih penting, fenomena ngayah sebagai gejala sosiobudaya yang tampak pada saat diteliti lebih jauh, dan ditarik sebagai terminus anteequem dalam melihat kecendurang-kecenderungan hidup sosio-kultural masyarakat Hindu dimasa yang akan datang. Betapa tidak, sebab hidup masyarakat Hindu ialah juga bagian dari bagian yang tak terpisahkan dari hidup masyarakat dan budaya dunia, terlebih kala dimana kita tengah menyongsong millinium ke tiga (babak ketiga putaran Kaliyuga, terutama pasca tahun masehi) ini.

Apakah aktivitas ngayah masih relevan? Pertanyaan ini bernada minor, pesimistis dan eskapis! Untuk itu ¡§energinya¡¨ harus direinforcement, dengan membalik, ¡§bagaimana merefleksikan ngayah agar tetap relevan¡¨? ini adalah kegelisahan yang positif, bertenaga, serta punya darah: bukan pucat bangkai! Maka alternative problem solvingnya pun menjadi lebih dinamik, disbanding yang semula, yang berkesan menghidap ¡§Hinduwi impotent¡¨! upaya yang dapat ditempuh untuk merefleksikan ¡§ethos ngayah¡¨ atau sikap ¡§devotionalty¡¨ sangat jamak (there are many kinds of relegio-cultural activities). Dan dalam kontek ini, segenap lapisan masyarakat Hindu memiliki peluang yang seluas-luasnya dalam melaksanakan Dharma Agamanya di dalam hidup mereka.

Refleksi ethos ngayah dalam kontek budaya global ini dapat dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan catatan, bahwa segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia Hindu itu dilandasi ¡§Jiwa Dasyam¡¨ yang tulus dan ikhlas kepada Ista Dewata (Hyang Widhi dalam segala perwujudannya sebagai SAGUNA BRAHMAN, atau pun dalam ketidakberwujudannya sebagai NIRGUNA BRAHMAN yang dipuja/puji sebagai satu-satunya perlindungan).

Bentuk pemahaman, penghayatan dan implementasi ngayah dalam arti luas ini, antara lain dapat direfleksikan melalui menulis cerita-cerita ke-Tuhanan, menulis buku-buku agama, Dharma wacana, menyekolahkan anak yatim/piatu, mengajarkan tentang agama dan sebagainya.

Bila berbagai kegiatan hidup itu dilakukan sebagai cermin dari sifat ¡§devotional service, freedom of compensation, atau kerja sebagai suatu ibadah (persembahan) relegius kepada Hyang Widhi Wasa¡¨, maka aktivitas itu tercakup dalam pengertian ngayah. Hingga kini, ngayah memang lebih banyak dipahami, dimaknai dalam lingkup yang sempit dan terbatas. Seperti ngayah membuat upakara pada waktu piodalan di pura, mempersembahkan Tari Wali, Bebali, atau memercikkan tirtha kepada umat, dan sebagainya. Akibat banyak warga yang tidak bisa terlibat dalam kegiatan ngayah berkenaan dengan piodalan itu, merasa dirinya ¡§asing¡¨ atau ¡§tidak percaya diri¡¨, atau ¡§bahkan tidak enak tidur¡¨.

Jika mereka memahami dengan benar secara konseptual tentang makna dan hakekat dari ngayah, maka hal itu tidak perlu terjadi. Tapi inilah suatu ¡§gejala¡¨ dari jiwa/atma yang telah terkontaminasi ¡§maya¡¨ (unsure prakerti), ia lupa akan entitasnya yang tidak terbatas, akan tetapi karena belenggu maya ia menjadi bingung, linglung, berpikir sempit, terbatas dan terkungkung. Ia terjebak kepada ¡§False conciousness¡¨ akan eksitensi ¡§adanya yang tiada¡¨. Dalam kekawin Arjuna Wiwaha, Mpu Kanwa mengibaratkan, ¡§seperti angin di dalam bumbung bambu¡¨

Label:

Sabtu, 27 September 2008

ARTI NGAYAH



Secara harfiah ngayah berarti: melakukan pekerjaan tanpa mendapat upah (kamus Bali-Indonesia,1990) Istilah ini dari segi etimologis diadopsi dari konteks politik dan kultur feudal dari zaman raja-raja Bali, yakni dari akar kata ¡§Ayah¡¨ yang terpancar dari budaya PURUSAISME atau Patrilineal/Patrirhat, terutama berkaitan dengan sistem pewarisannya. Maka kemudian menjadi ¡§ayahan¡¨ yang secara sangat spesifik ialah mengacu pada :Tanah ayahan desa (sebagai bagian integral tanah adat) dan konskuensinya.

Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi/dijalani oleh orang bersangkutan (yang mendiami tanah ayahan). Sebagai salah satu wujud tanggung jawab. Dalam kaitannya dengan kewajiban-kewajibannya ini dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :

ľ Kewajiban religius-teritorial, terutama Pura Kahyangan Tiga (pengayah pura)
ľ Kewajiban yang berkaitan dengan kegiatan sosiokultural banjar adat (pengayah banjar adat)
ľ Kewajiban berupa dedikasi, loyalitas berkaitan dengan raja-raja yang memerintah pada masa itu (pengayah puri). Karena sebagian tanah-tanah ayahan itu adalah pemberian dari raja yang diperoleh (sebagai rampasan perang) atas penaklukan kerajaan/ daerah lain.

Latar belakang sosiologis dan historis tersebut telah menunjukan bahwa semula budaya ngayah itu berakar dari kata ayah , ayahan , pengayah , ngayahang ( yang saling kait mengkait dalam satu kesatuan konskuensi logis ¡V eksistensialistis). Eksitensi tanah ayahan desa telah membawa konsekuensi logis bagai pengayah untuk melakukan kewajiban sosio-religiuskultural, yakni ngayahang. Konsekuensi eksistensislistis ini juga berimplikasi terhadap kenyataan lingual budaya ngayah itu sendiri. Sehingga kita mengenal prinsip perbedaan makna yang diturunkan dari realitas tersebuat, yaitu: Ngayah ke Pura, ngayah ke banjar dan ngayah ke puri atau Ngayah ke gerya. Dalam pada itu masyarakat Bali secara principal (sosiosemantik) membedakan ngayah dengan ngoopin (ngaopin), meskipun ngoopin juga memiliki makna melakukan kerja tanpa upah tapi secara hakiki tidak sama. Sehingga tidak ada orang Hindu (Bali) yang berkata banjar/puri/gerya. Tradisi ngayah diletakkan dalam format hubungan ¡§vertical ke Tuhan¡¨. Atau ¡§vertical-organisatoris adat¡¨ serta ¡§vertical-struktur sosial/kasta¡¨. Sedang tradisi ngoopin jelas diletakkan dalam format hubungan horizontal (lebih proletar).

Label:

APA ITU NGAYAH


Tanpa karma, kemajuan sangat sulit jadinya. Para jnani juga harus melakukan karma, tetapi laksana seekor angsa yang keluar dari dalam air mereka dapat mendesiskan bulu-bulu sayapnya dan menjadi kering seperti ketika mereka masuk ke air. Karma tidak mempengaruhi sama sekali. Mereka melakukannya tanpa ego, tanpa keinginan. Itulah sifat mereka yang mengharap kebaikan dunia dan menggunakan dalam bekerja dalam memajukan kesejahteraan dunia. (Bhagavan Shri Sathya Narayana).
APA ITU NGAYAH
¡§Ngayah¡¨ bukanlah kata aneh bagi umat Hindu umumnya, atau masyarakat (Hindu) Bali khususnya. Dalam berbagai kegiatan keagamaan (Hindu) ngayah itu bagai ¡§Oksigen¡¨ yaitu suatu kebutuhan hakiki yang menafasi darah religiusitas kita. Tapi pada saat yang sama ngayah sekaligus bagai ¡§air dan api kosmis¡¨ yang mencuci jernih keruh-keruh karma kita atau membakarbebaskan benih-benih kemalasan (tamasa) yang mencengkram Dharma kita. Sejauh mana manusia Hindu memahami, menghayati dan merefleksikan ngayah dalam kehidupan keagamaannya? Secara intra-personal (dalam hubungan manusia dengan Tuhannya) adalah terpulang kepada manusia Hindu bukanlah manusia yang terasing secara inter-personal (hubungan horizontal antara yang satu dengan yang lainnya) atau sosio-kultural. Berkaitan dengan kedua sudut pandang (point of view) itulah maka soal filosofi ngayah sangat relevan kita angkat sebagai ¡§Pratipadhya¡¨ (topik) untuk diperbincangkan dalam tulisan ini, terutama dalam konteknya dengan kehidupan sosioreligius-kultural Hinduisme. Mengapa dan untuk apa kita ngayah? Apa sih sesungguhnya arti dan makna dari ngayah itu dalam hidup keagamaan kita? Dan seratus pertanyaan bisa bermunculan dari topik tersebut. Tapi dalam ¡§bekal¡¨ pemahaman yang sangat kurang, maka pengupasan yang dilakukan masih terbatas seputar dua masalah dasar di atas.

Label:

MAKNA DAN HAKIKAT PURA DALAM HINDU


Pelinggih Ider Bhuwana

Isa vasam idam sarvam.
yat kim ca jagatyam jagat.
tena tyaktena bhunjitha
ma grdhah kasya svid dhanam
(Yajurveda, LX.)

Maksudnya:
Tuhan Yang Maha Esa itu berstana di seluruh alam semesta baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang memiliki kehidupan. Tidak ada bagian alam tanpa kehadiran Tuhan Yang Maha Esa itu. Pandanglah dunia ini dengan ketidakterikatan. Dan, jangan sama sekali menginginkan kekayaan milik orang lain.

Tempat pemujaan umat Hindu yang disebut pura itu adalah simbol alam semesta atau Bhuwana Agung. Karena pada hakikatnya stana Tuhan itu adalah alam semesta itu sendiri. Weda juga menyatakan bahwa Tuhan seperempat maha ada di alam ini dan tiga perempatnya di luar alam semesta.

Di belakang bangunan suci (pelinggih) Padma Tiga pada Mandala kedua Pura Penataran Agung Besakih terdapat sebuah bangunan berupa balai yang dibangun di atas alas yang cukup tinggi sejajar dengan Pelinggih Padma Tiga. Bangunan suci berupa balai tersebut bernama Balai Pesamuan. Di sebelah kiri Balai Pesamuan terdapat Pelinggih Sang Hyang Ider Bhuwana. Dua pelinggih ini memiliki hubungan yang sangat erat dalam menggambarkan keberadaan Kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa di alam semesta ini.

Sebagaimana telah diuraikan dalam beberapa tulisan bahwa Pura Besakih sebagai lambang alam semesta stana Tuhan yang Maha Esa. Berbagai dimensi alam semesta (Bhuwana Agung) atau makrokosmos divisualisasikan dalam berbagai simbol dalam berbagai bentuk arsitektur sakral di Pura Besakih. Seperti ada kelompok Pelinggih Soring Ambal-ambal yang menggambarkan alam bawah yang disebut Sapta Patala yaitu tujuh lapisan bumi ke bawah.

Sementara adanya kelompok Pelinggih Luhuring Ambal-ambal sebagai pelinggih yang menggambarkan alam atas yang disebut Sapta Loka yaitu tujuh lapisan langit sorga. Titik sentral Pelinggih Soring Ambal-ambal ada di Merajan Selonding dekat Pura Ulun Kulkul, tempat pemujaan Tuhan sebagai Mahadewa yang ada di bagian barat Pura Penataran Agung Besakih. Sedangkan titik sentral kelompok pelinggih di Luhuring Ambal-ambal ada di Pelinggih Kehen Meru Tumpang Lima di Mandala ketiga Pura Penataran Agung Besakih.

Pelinggih Soring Ambal-ambal dan Luhuring Ambal-ambal itu melukiskan bahwa Tuhan itu berada dan dipuja di kedua lapisan alam semesta itu. Di Balai Pesamuan itu sebagai tempat upacara yang melukiskan berkumpul dan bersatunya semua dewa-dewa manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang dipuja di kompleks Pura Besakih, baik yang ada di Pelinggih Soring Ambal-ambal maupun di Pelinggih Luhuring Ambal-ambal. Upacara yang melukiskan semua dewa manifestasi Tuhan berkumpul di Balai Pesamuan itu umumnya dilakukan saat ada upacara Batara Turun Kabeh. Kata Batara Turun Kabeh artinya semua dewa manifestasi Tuhan yang disebut Batara itu urun dan bersatu untuk memberikan anugerah kepada umatnya yang berbakti pada Tuhan. Upacara Batara Turun Kabeh ini dilakukan setiap tahun pada Sasih Kedasa.

Saat dilangsungkan upacara Batara Turun Kabeh itu simbol-simbol sakral yang utama yang ada di semua kompleks Pura Besakih itu diusung secara ritual dan distanakan di Balai Pesamuan. Hal ini menggambarkan bahwa semua para dewa bersatu untuk memberikan karunia kepada umat sesuai dengan kadar karma dan baktinya.

Hal ini sesungguhnya sangat menarik untuk dipahami secara teologi Hindu. Agama Hindu mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa tetapi kemahakuasaan Tuhan itu tiada terbatas. Manusia tidak mungkin dapat memahami dan mampu memuja Tuhan dengan semua kemahakuasaan-Nya.

Dalam ajaran Hindu kemahakuasaan Tuhan itu disimbolkan ada di seluruh penjuru. Artinya ada di delapan penjuru angin dan tiga di tengah yaitu bawah tengah dan atas. Tidak ada penjuru alam ini tanpa kehadiran Tuhan. Seluruh penjuru itu dilambangkan menjadi sebelas penjuru. Seluruh penjuru itu kalau dihubungkan dengan suatu garis akan melingkar bulat. Karena itu, Bhuwana Agung itu dilukiskan sebagai Pelinggih Ider Bhuwana stana Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu kini di Balai Pesamuan ada Pelinggih Ider Bhuwana di Penataran Agung Besakih.

Konsep pemujaan Tuhan menurut Hindu adalah mengaitkan pemujaan itu untuk mencerahkan kehidupan pemujanya. Kalau ia sebagai petani sawah Tuhan dipuja sebagai Dewi Sri. Kalau pedagang di pasar memuja Tuhan sebagai Dewi Laksmi yaitu Tuhan sebagai dewa keberuntungan. Dewi Sri, Tuhan sebagai dewa kesuburan pertanian.

Demikian juga Tuhan dipuja di semua penjuru alam semesta. Kalau Tuhan itu dipuja di sembilan penjuru disebut Dewata Nawa Sangga. Kalau Tuhan itu dipuja di sebelas penjuru maka Tuhan itu dipuja di sebelas penjuru maka Tuhan itu disebut Eka Dasa Dewata. Jadinya sinar kemahakuasaan Tuhan itu ada di mana-mana.

Dalam konsep Siwa Sidhanta, Tuhan yang dipuja untuk melindungi arah timur disebut sebagai Dewa Iswara. Sebagai pelindung arah barat Tuhan dipuja sebagai Dewa Mahadewa. Di arah utara dipuja sebagai Dewa Wisnu dan di selatan Tuhan dipuja sebagai Dewa Brahma. Di tengah dipuja sebagai Dewa Siwa. Demikian seterusnya.

Sesungguhnya Tuhan itu tetap esa dan mahakuasa menurut ajaran agama Hindu. Di seluruh kompleks Pura Besakih, Tuhan dipuja sebagai dewa-dewa sinar kemahakuasaan-Nya. Seluruh dewa manifestasi Tuhan itulah yang dipuja di Balai Pesamuan saat ada upacara Batara Turun Kabeh. Hal ini sebagai suatu upacara untuk mengingatkan umat Hindu agar dalam segala aspeknya kehidupannya selalu berpedoman pada penguatan spiritual yang bersumber dari ajaran agama sabda Tuhan.

Di Balai Pesamuan itulah media untuk menyeimbangkan wawasan hidup yang utuh dan tidak mendikotomikan perbedaan berbagai aspek kehidupan. Misalnya ada orang yang hanya mementingkan sembahyang saja dalam beragama. Tetapi tidak melakukan perbuatan jujur dan baik dalam berbisnis. Justru saat sembahyang mereka mohon kepada Tuhan semoga permainan busuknya dalam bisnis atau politik misalnya tidak diketahui orang lain.

Dewa-dewa yang distanakan di seluruh kompleks Pura Besakih mencerminkan semua aspek kehidupan untuk dimohonkan peningkatan menuju kesucian. Hal inilah yang disatukan di Balai Pesamuan saat ada upacara Batara Turun Kabeh. Balai Pesamuan juga sebagai simbol Ida Batara Tedun menjumpai umatnya. Melakukan pesamuan agar sweca yang dianugerahkan sesuai dengan baktinya umat dan masineb untuk kembali ke keluhuring akasa yaitu alam Brahman.

Label:

MENGAPA RUU PORNOGRAFI BANYAK YANG MENOLAK


Rancangan undang-undang pornografi
menuai protes banyak kalangan
itu menurut saya:

1. ruu pornografi tidak tegas, balam ruu pornografi bahkan bisa dipidana dengan parameter yang tidak jelas, karena nafsu belum ada parameternya, namun ancaman hukumannya sudah jelas dan berat. Hanya perbuatan yang bisa dipidana, yaitu delik. Bukan perasaan, apalagi sifatnya subyektif.

2. Urusan berpakaian masuk dlm Norma Kesopanan, dan norma kesopanan nasuk dalam budaya. Di UUD 45, berada dalam Pasal 32 UUD 45, namun RUU Pornografi malah masuk domain pasal 29 yang mengatur soal agama. Jelas sdh ada agenda agama dibalik RUU tersebut. Norma Agama berbeda dg norma kesopanan. Kalau menggunakan Norma agama, agama mana yg dipakai acuan?

3. Makna Psl 28, psl 29 yg jd dasar konsiderans bermakna kebebasan, shg tugas negara utk melindunginya. Tp dlm RUU Pornografi malah lebih banyak aturan melarang dngan ancaman dibandingkan kata2 melindungi. ada kesalahan spirit dari bangun RUU nya.

4. Masuknya kewenangan pada masyarakat sebagai penegak hukum tanpa parameter jelas akan menciptakan main hakim sendiri dengan dasar hukum acara yang tidak jelas. ini kesalahan fundamental bagi konsep penegakan hukum prosedural.

5. Makna ketelanjangan terlalu abscurd apalagi bisa ditafsirkan oleh masyarakat sebagai alasan melakukan pencegahan main hakim sendiri atas nama penegakan hokum, UU Pornografi. Ini rawan multitafsir, pasal2nya sangat elastis. Sementara hukum Pidana harus memenuhi unsur-unsur secara tegas didasarkan asas legalitas.

6. Tujuan RUU Pornografi saat ini muncul mendadak mengandung agenda kampanye bagi partai aliran untuk memperkuat konsep dogma keagamaaan dalam ketatanegaraan Indonesia, selain itu mengandung pesanan pengalihan isu atas prilaku korup DPR yg begitu marak & terbuka. Sehingga agenda di upayakan mencegah pengesahan & jangan lagi memilih wakil rakyat yang ada sekarang. Perlu darah segar membersihkan agenda lucu yg merusak wajah Indonesia yang khas. Jangan sampai wajah negeri tropis yang kaya budaya harus dipenuhi dengan ketertutupan semu dengan cermin daerah jazirah lain yg tdk tepat di bumi Pancasila.

Selamat berjuang. Satyam Eva Jayate.









RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

2.Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.

3.Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

4.Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

5.Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pasal 2
Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinnekaan, kepastian hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.

Pasal 3
Pengaturan pornografi bertujuan:
a.mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;

b.memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;

c.memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
d.mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

BAB II
LARANGAN DAN PEMBATASAN

Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:

e.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;

f.kekerasan seksual;

g.masturbasi atau onani;

h.ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau

i.alat kelamin.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;

b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;

c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

Pasal 5
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.

Pasal 7
Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 9
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 10
Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Pasal 11
Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.

Pasal 12
Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.

Pasal 13
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.

Pasal 14
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai:
a.seni dan budaya;
b.adat istiadat; dan
c.ritual tradisional.

Pasal 15
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
PERLINDUNGAN ANAK

Pasal 16
Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.

Pasal 17
1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.


2) Ketentuan mengenai pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PENCEGAHAN

Bagian Kesatu
Peran Pemerintah

Pasal 18
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 19
Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah berwenang:
a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; dan

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 20
Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah Daerah berwenang:

a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya;

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan

d.mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.

Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat

Pasal 21
Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 22
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat dilakukan dengan cara:

a.melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini;

b.melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;

c.melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pornografi; dan

d.melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak pornografi.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23
Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB V
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 24
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 25
Di samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi tetapi tidak terbatas pada:

a.barang yang memuat tulisan atau gambar dalam bentuk cetakan atau bukan cetakan, baik elektronik, optik, atau bentuk penyimpanan data lainnya; dan

b.data yang tersimpan dalam jaringan internet dan saluran komunikasi lainnya.

Pasal 26
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang membuka akses, memeriksa, dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam fail komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya.

(2) Untuk kepentingan penyidikan, pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik berkewajiban menyerahkan dan/atau membuka data elektronik yang diminta penyidik.

(3) Pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik setelah menyerahkan dan/atau membuka data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhak menerima tanda terima penyerahan atau berita acara pembukaan data elektronik dari penyidik.

Pasal 27
Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan mengirim turunan berita acara tersebut kepada pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan komunikasi di tempat data tersebut didapatkan.

Pasal 28
(1) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dilampirkan dalam berkas perkara.

(2) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dapat dimusnahkan atau dihapus.

(3) Penyidik, penuntut umum, dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan, baik isi maupun informasi data elektronik yang dimusnahkan atau dihapus.

BAB VI
PEMUSNAHAN

Pasal 29
(1) Pemusnahan dilakukan terhadap produk pornografi hasil perampasan.

(2) Pemusnahan produk pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a.nama media cetak dan/atau media elektronik yang menyebarluaskan pornografi;
b.nama, jenis, dan jumlah barang yang dimusnahkan;
c.hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; dan
d.keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan.

BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 30
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 31
Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 32
Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 33
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 34
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 36
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 37
Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 38
Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai obyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.

Pasal 39
Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 40
(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang﷓orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama﷓sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.

(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi agar pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

Pasal 41
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenakan pidana tambahan berupa:
a.pembekuan izin usaha;
b.pencabutan izin usaha;
c.perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan/atau
d.pencabutan status badan hukum.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.

Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 44
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

PENJELASAN:

Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "persenggamaan yang menyimpang" antara lain persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat dan binatang, oral seks, anal seks, lesbian, homoseksual.

Huruf b
Yang dimaksud dengan ”kekerasan seksual” antara lain persenggamaan yang didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan paksaan, pemerkosaan.

Huruf d
Yang dimaksud dengan "mengesankan ketelanjangan" adalah penampakan tubuh dengan menunjukkan ketelanjangan yang menggunakan penutup tubuh yang tembus pandang.

Pasal 5
Yang dimaksud dengan "mengunduh" adalah mengalihkan atau mengambil fail (file) dari sistem teknologi informasi dan komunikasi.

Pasal 6
Yang dimaksud dengan "yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan" misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan sarana pendidikan lainnya.

Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini hanya dapat digunakan di tempat atau lokasi yang disediakan untuk tujuan lembaga dimaksud.

Pasal 10
Yang dimaksud dengan "mempertontonkan diri" adalah perbuatan yang dilakukan atas inisiatif dirinya atau inisiatif orang lain dengan kemauan dan persetujuan dirinya. Yang dimaksud dengan "pornografi lainnya" antara lain kekerasan seksual, masturbasi atau onani.

Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembuatan" termasuk memproduksi, membuat, memperbanyak, atau menggandakan.

Yang dimaksud dengan "penyebarluasan" termasuk menyebarluaskan, menyiarkan, mengunduh, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, meminjamkan, atau menyediakan.

Yang dimaksud dengan "penggunaan" termasuk memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau menyimpan.

Frasa "selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)" dalam ketentuan ini misalnya majalah yang memuat model berpakaian bikini, baju renang, pakaian olahraga pantai, yang digunakan sesuai dengan konteksnya.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "di tempat dan dengan cara khusus" misalnya penempatan yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak atau pengemasan yang tidak menampilkan atau menggambarkan pornografi.

Pasal 14
Yang dimaksud dengan "materi seksualitas" adalah materi yang tidak mengandung unsur yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau tidak melanggar kesusilaan dalam masyarakat, misalnya patung telanjang yang menggambarkan lingga dan yoni.

Pasal 16
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh pornografi terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan perlindungan terhadap anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 19
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pemblokiran pornografi melalui internet" adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.

Pasal 20
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pemblokiran pornografi melalui internet" adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi. (nrl/nrl)

Label:

Jumat, 26 September 2008

MENSYUKURI NERAKA

MENSYUKURI NERAKA
Entah kapan dimulai, dan siapa yang memulainya tidaklah terlalu jelas. Yang jelas, ada banyak sekali manusia yang amat rindu akan surga dan amat takut sama neraka. Dari anak kecil sampai orang tua, dari orang desa sampai orang kota, kebanyakan rindu surga dan takut neraka.

Jujur harus diakui, sayapun pernah lama dilanda kerinduan dan ketakutan semacam itu. Cuman, setelah menelusuri lorong-lorong kehidupan dengan kedalaman kontemplasi tertentu, rupanya kita manusia sudah terlalu lama manja dengan buaian surga, dan dibuat takut oleh ancaman neraka. Untuk kemudian kehilangan dua kesempatan emas dalam hidup. Kesempatan emas pertama, manusia kehilangan kekuatan amat besar yang bernama keikhlasan. Kesempatan emas kedua, justru melalui tempaan-tempaan neraka yang ditakuti (baca : masalah) kemudian manusia jadi kuat dan hebat.

Konsepsi surga-neraka, sebagaimana kita tahu, memang memiliki banyak sekali manfaat. Cuman, sebagaimana wajah dualitas manapun, konsepsi surga-neraka membuat tidak sedikit manusia kemudian "berdagang" dengan kehidupan. Sebagai akibatnya, manusia kehilangan keikhlasan sebagai kekuatan kehidupan.

Ada cerita tentang sebuah desa yang tidak berhasil memotong pohon besar mengganggu. Karena berbagai peralatan tidak berhasil membuat pohon tumbang, dicurigai pohon ini ditunggui mahluk dengan kekuatan metafisik tertentu. Dicarilah orang "pintar" yang bisa membantu. Ternyata, ada orang berpenampilan sederhana yang bisa memotong pohon tadi dengan gergaji biasa. Orang terakhir hanya memotong pohon tadi dengan kalimat permulaan yang berbunyi : "dengan keikhlasan di depan Tuhan, tidak ada yang tidak bisa dilakukan".

Ternyata kinerja orang sederhana ini terdengar ke banyak tempat. Di samping karena kekaguman masyarakat, juga kerena hadiah besar yang telah diterimanya. Di desa seberang yang memiliki problema yang serupa kemudian memanggilnya. Dan setelah memotong pohon dengan teknik dan alat yang sama, ternyata berkali-kali hanya berujung kegagalan. Ada yang berubah, katanya setelah berulang kali gagal, hadiah rupanya melenyapkan keikhlasan!

Ini memang hanya sebuah cerita, namun layak direnungkan kalau keikhlasan bukanlah sumber kelemahan. Ia sejenis tenaga dalam yang bisa membuat manusia jadi demikian perkasa. Terinspirasi dari banyak cerita-cerita sufi, demikian juga dari puisi-puisi Gibran dan Rumi, serta kualitas pemimpin-pemimpin yang masih berkuasa ketika badannya sudah disebut meninggal oleh dokter, keikhlasan sudah menjadi tema kehidupan yang kuat sejak dulu.


Kesempatan emas kedua yang dibuat lenyap oleh konsepsi surga-neraka, adalah kekuatan-kekuatan yang bisa dihadirkan oleh keseharian yang penuh dengan "neraka". Masalah, godaan, tantangan, persoalan adalah rangkaian hal yang ditakuti banyak manusia sebagaimana mereka menakuti neraka. Semakin sedikit wajah neraka seperti ini yang hadir, semakin baik bagi para pengagum surga.

Ternyata kehidupan bertutur dan bercerita lain. Sebagaimana pernah dituturkan secara apik oleh M. Scott Peck dalam The Road Less Travelled, mereka-mereka yang menakuti neraka ternyata tumbuh jadi manusia lemah dan lembek. Sebagian bahkan terkena penyakit kejiwaan yang menyedihkan. Di bagian awal buku inspiratif ini Scott Peck menulis : ?This tendency to avoid problems and emotional suffering inherent in them is the primary basis of all human mental illness?. Kecenderungan untuk lari dari masalah dan penderitaan adalah fundamen utama dari kondisi mental yang tidak terlalu sehat.

Bercermin dari sini, neraka tidaklah seburuk bayangan banyak orang. Dalam lapisan-lapisan kejernihan yang lebih dalam, neraka adalah tempat pemurnian. Sebuah tempat di mana sampah-sampah kehidupan diolah menjadi pupuk-pupuk berguna. Sebutlah masalah keseharian seperti dimarahin atasan. Sesaat memang membuat yang bersangkutan kesal, tetapi kemarahan atasan sedang membuatnya jadi kuat. Atau memiliki isteri yang cerewetnya minta ampun, ia memang sengaja hadir untuk membuat sang suami jadi sabar. Demikian juga dengan masalah lain.

Yang jelas, lari dari persoalan memang enak sebentar, tetapi ia membawa dampak jangka panjang yang negatif. Meminjam argumen Scott Peck dalam karya di atas, kesukaan untuk lari dari masalah dan tanggung jawab adalah ciri utama dari manusia-manusia yang terkena penyakit character disorder. Lebih dari sekadar terkena penyakit kejiwaan tadi, tantangan dan masalah sebenarnya serupa dengan tangga-tangga kedewasaan dan kematangan. Semakin tinggi dan besar masalahnya, itu berarti kaki sang hidup sedang melangkah di tempat yang juga tinggi.

Surga (baca : kebahagiaan) memang udara kehidupan yang indah dan segar, tetapi ia terasa jauh lebih indah dan segar jika seseorang pernah melalui tangga-tangga neraka. Serupa dengan lingkaran Yin-Yang yang di belah dua, awalnya memang ada beda jelas dan tegas antara surga dan neraka. Surga itu berisi senyuman, neraka berisi tangisan. Namun, di tingkatan-tingkatan kejernihan, sekat dan pemisah tadi sudah tidak ada. Suka-duka, tangisan-senyuman, sukses-gagal hanyalah aliran kehidupan yang datang dengan peran masing-masing. Persis seperti siang yang berganti malam dan juga sebaliknya, setiap pergantian berjalan tenang dan tenteram. Dan jangan lupa, kualitas hidup di dalam diri seperti ini hanya bisa dicapai oleh manusia yang mendalami hakekat syukur akan adanya neraka.*****

By gede prama

Label:

GENTA-GENTA SIWA-BUDDHA

GENTA-GENTA SIWA-BUDDHA
Pluralitas alias penghargaan atas perbedaan, itulah salah satu tiang utama masyarakat modern. Demokrasi yang menjadi salah satu barometer terpenting peradaban modern, juga berdiri di atas fundamen kokoh yang bernama pluralitas. Sulit sekali membayangkan ada demokrasi tanpa penghargaan atas perbedaan. Tidak saja kehidupan publik yang keajegannya berutang pada pluralitas, sejarah pengetahuan manusia juga berutang. Setelah lama sekali pemikiran Cartesian dan Newtonian melakukan pengabsolutan terhadap banyak sekali tesis, belakangan muncul kejenuhan akan hal-hal absolut. Dan, manusia-manusia seperti Lyotard, Foucault, Derrida datang membawa kesegaran melalui bendera-bendera merayakan perbedaan.

Agama sebagai serangkaian pengetahuan juga serupa. Teroris lengkap dengan bom dan darahnya, hanyalah sisa-sisa fanatisme yang dibawa oleh sejarah pemahaman yang absolut. Demikian absolutnya pemahaman di kepala sampai-sampai berani memusnahkan nyawa orang lain. Demikian kakunya gambar yang ada di kepala, sehingga seluruh gambar pemahaman yang lain tidak punya pilihan lain terkecuali dimusnahkan. Dan, jejak-jejak pemahaman agama seperti ini pun sudah semakin minim pengikutnya.

Dikaguminya tokoh-tokoh Sufi seperti Jalaludin Rumi di Barat, demikian berwibawanya karya-karya Kahlil Gibran di banyak belahan dunia, dikutipnya doa Santo Fransiscus dari Asisi tidak saja dalam kalangan umat Katolik, dugunakannya Baghawad Gita sebagai acuan tidak saja dalam komunitas Hindu, didengarnya pesan-pesan Dalai Lama oleh banyak sekali manusia yang bukan beragama Buddha, hanyalah sebagian bukti kalau tembok-tembok fanatisme semakin kecil dan semakin kecil. Sehingga dalam totalitas, hanya manusia-manusia yang enggan bertumbuhlah yang masih memeluk erat-erat fanatisme dan absolutisme.

Sejarah Bali

Dengan tetap sadar akan perlunya kerendahatian di depan bentangan sejarah, sebenarnya sejarah Pulau Bali juga menyisakan tidak sedikit jejak-jejak pluralitas. Tokoh-tokoh yang dicatat rapi dalam sejarah Bali, sebagian adalah tokoh-tokoh pluralitas. Mpu Kuturan (seorang pendeta Buddha Mahayana) menyatukan banyak sekali sekte di abad ke-10-11 melalui konsep tri kahyangan. Kalau saja Mpu Kuturan seorang tokoh fanatik dan pengikut pendekatan absolut, mungkin ketika itu orang Bali akan dipaksa (atau setidak-tidaknya dipersuasi) untuk menjadi pemeluk Budhha Mahayana. Ternyata sejarah bertutur tidak.

Dang Hyang Dwijendra juga serupa. Kendati punya reputasi mengagumkan dalam bentuk mendampingi Raja Dalem Waturenggong membawa Bali ke zaman keemasan di abad ke-16, peninggalan Mpu Kuturan dalam bentuk Meru tetap dihormati, bahkan dilengkapi melalui bangunan baru ketika itu berupa Padmasana. Kendati beliau seorang pendeta Siwa-Buddha tetap saja pendekatan lain memiliki
ruangan untuk bertumbuh di Bali ketika itu.

Tempat ibadah adalah ruang-ruang sakral di Bali. Dan, tatkala berbicara tentang tempat ibadah, sulit sekali untuk tidak memulainya dengan Pura Rwa Bhineda (Pura Purusa di Besakih, Pura Pradana di Ulun Danu Batur). Dan, indahnya, di kedua tempat suci ini di ruang utamanya juga menghadirkan monumen pluralitas yang amat mengagumkan. Baik di Besakih maupun di Ulun Danu Batur, di ruang utamanya masih menyisakan tempat pemujaan untuk dua agama (Hindu dan Buddha). Di Besakih disebut Pura Syahbandar (lokasinya hanya beberapa meter dari Pura Sunaring Jagat), di Batur disebut Pura Ponco yang juga berlokasi di tempat yang sangat utama. Di Pura Ulunsiwi di Jimbaran ada dua pintu di bagian timur dari Meru, satu untuk Siwa satu lagi untuk Buddha.

Selain tokoh dan tempat ibadah, sastra tetua Bali juga banyak ditandai pluralitas. Suthasoma adalah salah satu sastra acuan yang utama. Melalui kalimat indah bhineka tunggal ika tan hana dharma mangrwa, sebenarnya tetua Bali sedang membukakan pintu-pintu pluralitas yang demikian indahnya. Fred B. Eisman Jr. menerjemahkannya dalam Bali, ''Sekala & Niskala'' dengan sederhana: it is different, but it is one, there are not two truth. Sebuah pengakuan akan pluralitas Siwa-Buddha yang amat eksplisit. Siwa-Buddha itu satu, bukan dua.

Sarana upacara juga tidak kalah sakralnya bagi orang Bali. Dan, di antara sekian banyak sarana upacara yang disakralkan adalah genta. Meminjam argumen sebuah tesis di Universitas Gajah Mada tahun 1967 yang ditulis oleh IGN Anom, ternyata genta -- yang dipercaya sebagai kendaraan mantra yang sangat utama -- dibuat di atas pluralitas juga. Bagian bawah genta menyerepai Stupa, bagian atasnya sangat mirip dengan Lingga sebagai simbolik Siwa.

Potret-potret sejarah dalam bentuk tokoh, tempat ibadah, sastra, dan sarana upacara seperti ini, seperti sedang berbisik penuh kerendahanhatian: tidak saja di Barat pluralitas itu menjadi ladang-ladang subur pertumbuhan, Bali juga serupa.

Genta-genta Siwa-Buddha

Disinari cahaya-cahaya sejarah seperti di atas, layak direnungkan kembali perjalanan sejarah Bali yang sebagian juga berdarah karena absolutisme dan fanatisme. Setiap manusia di setiap sejarah sama-sama punya tugas yang sama: bertumbuh! Dan, Bali dalam bentangan sejarah ratusan tahun bertumbuh di atas pluralitas Siwa-Buddha. Dalam konstruksi genta, Siwa-Buddha memang dibaca dari atas (baca: Siwa) kemudian baru ke bawah (baca: Buddha). Namun, sebagaimana bangunan lainnya, semuanya dibangun dari bawah.

Kebenaran manusia mana pun memang hanya bisa sampai di tingkatan probabilistik. Sehingga bisa dimaklumi, kalau Buddha ditafsirkan secara berbeda-beda di Bali. Pandangan pertama mengatakan kalau Buddha kita di Bali adalah Buddha Bairawa. Sebuah sudut pandang yang layak dihargai. Pandangan kedua yang sama layaknya untuk dihargai adalah Buddha sebagai filsafat. Kembali ke konsep pluralitas sebagai lahan-lahan subur pertumbuhan, mungkin ada baiknya untuk saling menghargai.

Di Barat, ada jutaan manusia yang belajar Bhagawad Gita tanpa masuk agama Hindu. Jutaan manusia tersentuh ajararan Sufi ala Rumi tanpa berganti agama menjadi Islam. Jutaan manusia mendengarkan saran-saran Dalai Lama tanpa berganti KTP menjadi Buddha. Hal serupa juga layak direnungkan ketika kita belajar membunyikan genta-genta Siwa Buddha di Bali.

Entah kekuatan apa yang membimbing, sejak belasan tahun yang lalu, tiba-tiba saja ada ketertarikan yang mendalam untuk belajar Buddha sebagai filsafat hidup. Makin dipelajari, makin sejuk batin di dalam, makin kuat tanah-tanah Bali mengirim pesan-pesan kerinduan untuk sering pulang. Menyangkut getaran-getaran rasa, mungkin saja ada kekhilafan penafsiran, namun setelah belasan tahun menelusuri filsafat-filsafat Buddha, ada yang berbisik dari dalam sini: words make you come closer but jus till the gate, only actions bring you inside. Kata-kata memang bisa membuat manusia mendekat, tetapi hanya sampai di gerbang. Hanya tindakan yang bisa membawa manusia masuk ke dalam.

Dan, filsafat Buddha memberikan penekanan amat besar akan perlunya tindakan. Untuk itulah orang-orang Hinayana memberikan porsi sangat besar untuk sebuah bidang: disiplin diri! Ketika disiplin diri diikuti secara serius, cahaya-cahaya Mahayana muncul melalui sebuah kata: kebijaksanaan. Tatkala ini juga ditelusuri penuh cinta dan keikhlasan di depan Tuhan, ada sinar Tantrayana yang muncul: hening, sepi, damai.

Makanya bisa dimaklumi kalau Dalai Lama pernah berucap tentang esensi nilai-nilai ke-Buddha-an dalam sebuah bahasa sederhana: menghormati orang, mengkritik diri sendiri. Ini tentu saja terbalik dengan orang-orang fanatik yang absolut itu, di mana mereka hanya mengenal penghormatan diri yang tinggi, serta kritik yang menyakitkan terhadap orang lain. Ini juga sebuah pluralitas sebagai ladang pertumbuhan, sehingga keduanya layak dihargai. Entah seberapa banyak sahabat di Bali yang juga menaiki tangga-tangga ke-Buddha-an, untuk bisa meraih tongkat Lingga untuk sampai di tingkat ke-Siwa-an. Dan, di tingkat terakhir, seorang mistikus asli India bernama Ramakrishna pernah melafalkan doa seperti ini: Tuhan, Engkau memiliki baik-buruk, benar-salah, sukses-gagal, kaya-miskin, surga-neraka, hidup-mati, siang-malam. Ambillah semuanya! Biarlah hamba hidup dengan yang satu ini: cinta yang murni akan diri-Mu!

Sebuah percakapan suci antara Raja Janaka (ayahanda Dewi Sita) dengan gurunya bernama Asthavakra kemudian diberi judul ''Asthavakra Gita'' (diterjemahkan Thomas Byron menjadi ''The Heart of Awareness''), pernah bertutur nilai-nilai ke-Siwa-an seperti ini: when the mind desire nothing, grieve for nothing, without joy or anger, grasping nothing, turns nothing awaythen you are free. Ketika pikiran berhenti memilih, berhenti merindukan maupun menolak kemudian tersedia kebebasan. Ah, betapa indahnya kebebasan. Ia sama indahnya dengan salah satu bait kakawin tua di Bali yang berbunyi: magentha suara ning sepi. Ah, maafkanlah kata-kata yang hanya bisa mengantar kita manusia sampai di gerbang saja. Maafkan juga tulisan ini yang dibolak-balik juga hanya bisa mengantar sampai di gerbang saja. Maafkan juga saya, yang hanya bisa mengantar sampai di gerbang saja.(*)
by gede prama

Label:

NGERENDAH ITU INDAH

Di sikok kesempatan, ado turis asing yang ninggal di negeri kito ini. Kareno turis tu baik nian waktu dio masih idop, sampe-sampe Tuhan ngenjuk dio kesempatan untuk milih : surgo apo nerako. Tahu deweknyoninggal di Indonesia, samo lah sering nian di kibuli wong, mako dio minta untuk njingok dulu cak mano nian surgo samo nerako. Nah pas dio masuk surgo nak nyingok-nyingok, dio betemu samo pendeta, kiai samo wong yang baik galo, yang biasonyo tiap hari baco kitab suci smo sembahyang. Trus dah tu dio jugo nyingok kenerako, disano banyak nian hiburannyo. Ado betino belagak samo seksi-seksi lagi tripingan, Ada pulo lapangan golf yang indah nian. Pendek cerito, neraka pecaknyo lebih hepi samo pacak beseneng-seneng dibandingke samo surgo, pacak dak katik kawan kalu ke surgo.

Yakin samo penjungo’annyo, situris tadi minta ke Tuhan untuk tinggal di nerako bae. besoknyo, alengke kejutnyo dio. Pas nyampe dinerako, bukannyo yang pecak di jingoknyo pas kemaren, disitu dio nyingok ado wong di bakar, digantung, disiksa samo gawean-gawean ngeri lainnyo. Kareno dak samo samo yang di jingoknyo kemaren turis itu protessamo petugas neraka yang asli Indonesia. Trus si petugas cak dak katik duso nyawab: 'kemaren kan hari terakhir pekan kampanye pemilu". saking puriknyo turis tadi bergumam : 'dasar Indonesia, jangankan pemimpinnyo, Tuhannyo bae dak pacak dipecayo!'.

Oi dulur galo, ini ni cuman kelakar bae, dak katik yang nak ngelarang kalau nak ketawo. Tapi cerito ini nunjukke, kalu kepercayaan(trust) udah menjadike bibit unggul ato komoditi yang pecaknyo langka trus tu hargonyo mahal nian di negeri kito tecinta ini, Dan kito samo-samo jugo dah tahu, di masyarakat mano bae kepercayaan itu mahal dan langka, kito susah nak nyari jalan keluarnyo.

Janganke dalam komunitas besak pecak bangsa dan perusahaan yang tenago kerjamyo ribuan banyaknyo, dalam komunitas kecik pecak keluarga bae, kalu kepercayan dak katik lagi kadang, pasti galonyo jadi runyam. Balik dalu dikit bae, pasti lah ujungnyo ribut dan wong rumah brepetan sampe kemano-mano. Keluar nyetil dikitlah cemburu pulo..

kalu di perusahaan malah parah lagi. Ketidakpercayoan lah jadi kanker yang ngeringamke. Krisis ekonomi samo konglomerasi sumbernyo dari sini. Buruh yang mogok trusdemo samo pimpinannyo, jugo diawali dari sini. Apo lagi krisis perbankan yang emang secara dasar(institusional; baso kerennyo) bertumpu pada sikok-sikonyo modal : yang punyo duit (trust capital; keren kan).

kalo kito nemen baco berita-berita politik, kito pasti betemu samo yang namonyo siklus ketidakpercayoan yang lebih hebat dukin. Rozak dak pecayo samo bedu, trus badu menci si surif,si surif pasti bebala samo rozak.. nah Inilah lingkaranketidakpercayoan yang lagi manjangke samo marakke krisis.

di lingkungan pecak itu, kalu terus kejingoan kasus-kasus perburuhan pecak kasus pt pusri yang dak ngenjuk pesangon samo karyawankontraktor anak perusahaannyo yang ujungnyo dak katik kesudahan. Hal ini samo sekali dak disadari samo pt pusri dewek sebagai indu perusahaannyo. Kito ni lagi memproduksi pecak itu jugo, samo.

kalu subuh-subuh kito bangun, trus muka lawang, eh di depan lawang rumah kito ado asoi yang isinyo tahi sapi, lengkap pulo samo alamat pengirimnyo, tango depan rumah pulo. Pertanyaan aku sederhana bae: apo yang nak kau lakuke? Aku lah nanyo samo banyak, bahkan wong.apo katonyo, macem-macem jawabannyo.

Yang jelas, pikirannyo negatif galo, 'pecak sentimen, benci, purik, sakit ati dannak munuh, macem-macem pokoknyo', narok tai’ sapi tadi itu awal dari permusuhan (bahkan mungkin ngajak perang) samo tanggo depan rumah. Lain pulo samo mereka yang pikirannyo pikiran positif 'sabar, tenang dan njingok masalah dari segi baiknya' narokke masalah ini sebagai awal persahabatan samo tetangga depan rumah. Bedanyo sangat sederhana, yang negatif njingok tahi sapi sebagai kotoran yang njengkelke. Yang punyo pikiran positif nganggep tai sapi di depan rumah sebagai hadiah pupuk untuk tanaman halaman rumah yang lagi kerdil.

hidup kito ini samo bai pecak tahi sapi. Dio idak hadir lengkap dengan dimensi positif dan negatifnyo. Tapi pikiranlah yang mbuatnyo jadi cak itu. Penyelesaian persoalan mano bae 'termasuk kasus perburuhan pusri' biso cepet biso jugo dak katik ujung. tegantung samo seberapa banyak energi-energi positif hadir dan berkuasa dalam pikiran kito.

Cerito tentang tahi sapi ini kejingoannyo mudah dan indah, tapi perkaranyo jadi lain, kalo sudak beradepan langsung samo kenyataan dilapangan, lain nian. Aku bae kalu napeti masalah cak itu, ado yang ngenjuk tai sapi depan rumah aku pasti idak seratus persen dijamin positif, kekuatan negatif kadang muncul di luar kesadaran kito, yo dak hehehehe.

kasus cak ini ngingetke aku samo ngandaike manusio yang mirip samo sepeda motor yang setangnyo cumin pacak di belok ke kekiri bae. Betino yang kenemenan disakiti lanang, stang-nyo pasti nyingoknyo ke lanang dari perspektif kebencian. Mereka yang lamo begawea di perusahaan yang sering ngbuli gaweannyo, selamonyonyinggok rai pengusaha sebagai penipu. Inilah yang oleh banyak kawan psikolog dinamoke pengkondisian yang mematike.

Peperangan melawan keterkondisian, mungkin itulah jenis peperangan
yang paling menentukan dalam memproduksi masa depan. Dak tahu dengan pengalaman Anda, tapi pengalaman aku hidup betahun-tahun di pinggir kali ngajak aku untuk merenung. banyu laut jumlahnyo jauh lebih banyak dibandingke dengan banyu sungai. Dan sikok-sikoknyo sebab yang bikin cak itu, kareno laut berani merendah.


Cak itu pulo kehidupan aku bertutur. Dengan penuh rasa syukur samo Tuhan, aku lah ngerasoke banyak nian hal dalam idop aku. Kalau duit samo jabatan ukurannyo, aku emang bukan wong hebat. Namun, kalu raso syukur ukurannya, Tuhan tahu dalam klasifikasi manusio mano aku ini idup. Galonyo yang aku dapetke, lebih banyak kareno keberanian untuk merendah.

Ado yang ngatoke kehidupan cak itu pecak kaos kaki yang diinjak-injak samo wong. Wong yang nyebut cak itu hidupnyo maju, dan akupun melaju dengan kehidupan aku. Dak tahu ini kebetulan apo idak. Dak tahu tahu apo idak samo pilosopi hidup aku cak ini. Seorang pengunjung web site saya mengutip Rabin Dranath Tagore : 'kita bertemu yang maha tinggi, ketika kita rendah hati'. ***


by Gede Prama di konfersi dalam bahasa palembang

Label:

MARAH


DI tengah kemelut kehidupan yang dapat menjerumuskan kita ke jurang stres, konon sering marah-marah, bukanlah pertanda baik. Berbahaya bagi kesehatan. Begitu cerita kebanyakan orang. Punya pemimpin yang sering marah-marah tidak keruan juga menyebalkan.

Pendapat umum ini dibantah Stanley Bing, penulis buku Sun Tzu was a sissy. Bing, kolomnis di majalah Fortune, memang gemar menulis buku kontroversial. Menurut Bing, marah itu sangat diperlukan dalam manajemen.

Kalau seorang pemimpin marah, artinya dia terusik dan gusar oleh sesuatu hal. Sekaligus membuktikan bahwa ia eling atau sadar karena ada yang tidak beres dan perlu dikoreksi. Pemimpin yang tidak pernah marah sama dengan pemimpin acuh tak acuh. Itu menurut Bing.

Marah membangkitkan energi yang luar biasa. Pemimpin yang marah biasanya segera melakukan perubahan, peremajaan, dan perbaikan. Artinya, pemimpin marah memungkinkan terjadinya perubahan lebih cepat dan berarti.

Dalam hal yang satu ini, saya rada setuju. Kita kan sering melihat betapa pemimpin kita kerjanya cuma basa-basi, klemar-klemer, tidak melakukan gebrakan apa pun. Tapi berbahaya juga kalau kita punya pemimpin yang pemarah atau mudah marah tanpa sebab.

Barangkali salah satu pemimpin kita yang legendaris dalam hal marah ini adalah Bang Ali, bekas Gubernur Jakarta. Pernah ada cerita, beliau sedang naik mobil, dan jalanan macet semrawut gara-gara ada tukang becak yang seenaknya mengendarai becaknya. Bang Ali tidak segan-segan turun dan memarahi tukang becak itu.

Masih banyak lagi cerita tentang marahnya Bang Ali. Kenyataannya, di bawah kepemimpinan Bang Ali, Jakarta maju pesat. Jadi, teori Stanley Bing ada benarnya juga.

Dr. Stephen Diamond menulis di bukunya yang sangat kontroversial, Anger, Madness, and Daimonic: The Psychological Genesis of Violence, Evil, and Creativity, bahwa marah adalah emosi yang paling bermasalah. Namun ada korelasi sangat kuat antara marah dan kreativitas.

Menurut dia, marah dan kreativitas sering bersumber pada hal yang sama. Hanya saja, marah memiliki potensi destruktif lebih besar. Orang-orang berbakat dan genius umumnya memiliki naluri sangat tajam untuk menyalurkan energi ini, agar tidak merusak dan mengubahnya menjadi sebuah upaya yang konstruktif.

Ketika kita dilanda krisis moneter lima-enam tahun lalu, teman saya suka berseloroh. Katanya, kita butuh pemimpin seperti Bang Ali, yang berani marah. Bukan pemimpin yang mudah marah dan ngambek. Atau pemimpin yang suka marah-marah tidak keruan.

Dr. Stephen Diamond menulis bahwa beberapa artis seperti Van Gogh dan Picasso, konon, memiliki kehidupan yang penuh amarah dan kekerasan. Barangkali benar bahwa energi yang sama mereka salurkan juga ke dalam karya-karya lukisan mereka. Hasilnya memang luar biasa.

Untuk membuat seekor kuda berlari, biasanya ada dua cara populer. Dengan cemeti atau hadiah wortel. Menurut Stanley Bing, marah bisa menjadi cemeti yang kreatif. Membakar semangat para eksekutif agar terus bersemangat dan mengadakan perubahan.

Tulisan ini tentu saja tidak mengajak Anda untuk marah-marah di kantor. Juga bukan pembenaran tindakan marah-marah. Melainkan sebagai upaya agar kita lebih peka menghadapi lingkungan kantor.

Pesan saya, kalau ada yang tidak beres, jangan takut untuk mengadakan perubahan. Dan kalau perubahan itu menuntut Anda marah, silakan saja. Kadang-kadang marah itu sangat perlu.

Marah sebagai terapi manajemen memang antibudaya. Budaya kita mengajarkan agar selalu santun dan bersabar. Namun, untuk menerobos sebuah kemapanan yang buntu dan berkarat, marah bisa saja menjadi antibudaya yang dibenarkan. Asal jangan asal marah. Marahlah dengan bijaksana.

NAMASTE

Label:

PURIK ATI, SAKIT NIAN RASONYO



ANDA PERNA PURIK (SAKIT HATI )?

dak usah betanyo cak mano rasonyo sakit hati (purik). Dak usah pulo’ betanyo siapo yang bikin ati teraso pedih, perih, samo nyeri. Sulit diungkapke, tapi jelas nian menyayat di jero dado. purik ( Sakit ati ) adalah sakit dari segala sakit. Mungkin mangcek bicek la perna ngerasokenyo. purik idak selalu disebabke oleh putus cinto, tapi pacak jugo disebabke oleh perbedaan pendapat atau kles samo teman atau samo keluarga. Namun, purik hampir samo rasanyo samo putus cinto,mai itu juga dampaknyo.

Siapo mangcek bicek, pasti pengen dicintoi, mencintoi, dipecayoi, samo mempecayoi wong laen. Tapi, kalu puriki dateng, sulit kito nak balik memaafke samo mempercayoi wong yangngelakukennyo. Bahkan mangcek bicek mungkin ngeraso sulit untuk membuka hati dan perasaansamo wong laen yang idak tereti apo-apo. Ini adalah dilema yang harus dihadepi. Teserah mangcek bicek, nak milih bejalan dewean apo ngelanjutke hubungan sesudah apo yang tejadi. sikok hal yang pasti, hidup ini terus berjalan dengan ato tanpa purik(sakit hati) .

Berdasarke pengalaman beberapo sumber pacak disimpulke bahwa belajar untuk membuka lagi hati, perasaan cinto samo raso percayo samo wong-wong yang perna nyakiti mangcek bicek, ngerupake hal yang penting. ngapi ? Kareno cepat atau lambat, wongpasti akan nyakiti samo disakiti hatinyo. makonyo, akan lebih baik apabila mangcek bicek menyadari bahwa idak katik sikok wong pun di dunio ini yang luput dari raso puruk (sakit hati), termasuk mangcek bicek.Tanpa bermaksud ngurangi raso percayo samo wong-wong yang mangcek bicek cintoi, ado baiknyo mangcek bicek yadari bahwa siapo pun dio, rewang biaso, rewang karib, wong rumah atau keluarga dan mak mano pun baiknyo dio, agek pasti pacak jadi wong yang menyakiti mangcek bicek- walaupun mungkin idak disengajo. Oleh sebab itu, ado baeknyo kalu mangcek-bicek nganggep kalu mereka idak serius samo kato-katonyo. Mangcek-bicek pacak nganggapnyo angin lalu bae ato pacak ngomong samo diri dewek kalu tingkah mereka sebenarnyo idak ditujuke samo mangcek bicek. Cak idak baelah, dak usah dimasuke ati.

Belajar untok betanggung jawab dan menghargoi wong laen jugo penting nian. Cubo tanyake samo diri dewek, apo yang idak diinginke dalam hubungan mangcek bicek, apo yang pacak bikin mangcek bicek ngeraso purik ato sakit hati, dan apa yang mangcek bicek kendaki. Gawekelah daftarnyo samo coba kasih tahu samo wong laen disekitar kito. kalu mangcek bicek ngeraso purik ato sakit hati lagi, ado baiknyo ngingat caro ngatasi sakit ati duluan. tapi kalu nyobo metu dari masalah dan ngelupakennyo dengan cepat, akan sangat membantu. Kalu perlu, hang-out bersamo kawan kawan samo alihke perhatiansamo gawean ato olah raga.

mang cek bicek jugo perlu tau kalu katokunci untuk menyelamatke dewek dari raso purik adalah bukan percayo samowong laen tapi percayo kepada diri deweki samo perasaan kito. Ingatla kalo idak ado jaminan wong laen idak akan nyakiti perasaan kito. Makonyo Berusahalah jadi wong baik, sopan,
bijak, peduli samo wong laen dan pacak dipecayo. Kalu nak pecak itu galo, tentu saja kito harus pacak mempecayoi diri dewek agar kito ngeraso bebas bebuat dan nentuke hubungan. Berkomunikasi secaro efektif lugas lugas sangat penting. Ungkapke perasaan mangcek bicek, apo yang disenengi dan apo yang dibenci. itu galo membantu nian kalu pengen wong lain nak ngerti samo kito dan berusaha untuk idak ngelakuke tindakan yang pacak nyakiti hati mangcek bicek.

Belajar mempercayoi opini dewek mengenai diri, tingkah samo perbuatan mangcek bicek adalah lebih penting dari mempecayoi opini wong laen. Pacak jadi mangcek bicek justru betambah perasaan purik ato sakit hati dengan opini mereka. Belajarlah untuk percayo dan ngargai dirikito dewek. Hal paling utama yang harus kito lakuke adalah belajar memaafke kesalahan wong lain karno memaafke adalah hal paling baik dalam sebuah hubungan. Dan teruslah selalu berpikir positif samo suatu kritikan / tindakan wong laen yang mungkin pacak nyebabke anda ngeraso purik ato sakit hati, kareno pikiran positif pacak bikin sakit hati jadi balik normal

namaste

Label:

Kamis, 25 September 2008

WISATA SUNGAI MUSI






Bila saudara-saudara atau Temen-Temen ke kota Palembang Dan ingin Berwisata sungai, Palembang Memiliki wisata sungai yaitu sungai musi.

Label:

MASJID AGUNG PALEMBANG



Mahmud Badaruddin I (Jayo Wikramo) meletakan batu pertama pendiri Mesjid Agung pada 1 Jumadil Akhir 1151 H (=1738 M). Bangunan ini berdiri dibelakang Kuto besak, Istana Sultan yang dulunya terletak disuatu Pulau yang dikelilingi oleh Sungai Musi, Sungai Sekanak, Sungai Tengkuruk, dan Sungai Kapuran Bangunan Masjid Pertama kali berukuran hampir berbentuk Persegi empat yaitu 30 x 36 m. Keempat sisi bangunan ini terdapat empat penampilan yang berfungsi sebagai pintu masuk, kecuali dibagian barat yang merupakan mihrab. Atapnya berbentuk atap tumpung, terdiri dari tiga tingkat yang melambangkan filosofi keagamaan, atap berundak adalah pengaruh dari candi. Bahan-bahan yang dupergunakan adalah bahan kelas satu eks impor dari Eropa. arsitek Masjid orang sedangkan tenaga tehnis dilapangan adalah orang-orang china. sulitnya mendatangkan material bangunan, maka pekerjaan ini cukup lama dan Masjid Baru dapat di resmikan pada Tanggal 28 Jumadil awal 1161 H atau 26 Mei 1748 M. Pada awalnya Masjid ini tidak mempunyai menara, barulah pada Tahun 1753 di buat menara yang beratap genteng dan tahun 1821 ber ganti atap sirap dan penambahan tinggi menara yang dilengkapi dengan beranda lingkar. Setelah 100 tahun lebih berdirinya masjid yaitu tahun 1848 diadakan rencana perluasan oleh Pemerintah Kolonial sebelum perluasan diadakan perubahan bentuk gerbang serambi masuk dari bentuk tradisional menjadi bentuk Doric. Pada tahun 1879 telah diadakan perunbahan masjid, perluasan bentuk gerbang serambi masuk di bongkar ditambanh serambi yang terbuka dengan tiang benton bulat sehingga bentuknya seperti Pendopo atau seperti gaya banguan kolonial ini adalah perluasan pertama dan penambahan rancangan dan tahun 1874 dilaporan bentuk menara beruba dari aslinya dan tahun 1916 menara ini disempurnakan lagi. Pada tahun 1930 diadakan perubahan yaitu menambah jarak pilar menjadi 4 m dari atap. sSetelah kemerdekaan tahun 1952 dilakukan perluasan ketiga dengan bentuk yang tidak lagi harmonis dengan aslinya dengan ditambah kubah. pengurus yayasan masjid agung 1966 -1979 meneruskan penambahan ruangan dengan menambah bangunan lantai 2 yang selesai tahun 1969. Pada tanggal 22 januari 1970 dimulai Pembanguan menara baru dengan tinggi 45 meter, bersegi 12 yang dibiayai Pertamina dan di resmikan pada Tanggal 1 Februari 1971. Sejak tahun 2000 Masjid ini di renovasi dan selesai pada tanggal 16 Juni 2003 yang diresmikan oleh Presiden RI Hj. Megawati Soekarno Putri, Masjid ini terletak di Pusat Kota Palembang.

Label:

KANTOR LEDENG



Pembangunan Menara Air, yaitu instalasi pengolahan air bersih pada masa Walikota Palembang dijabat Ir. R.C.A.F.J. Le Cocq d?Armandville dapat dikatakan sungguh luar biasa. Pasalnya, saat itu keuangan Haminte (Gemeente) Palembang sedang dalam kondisi yang sangat buruk. Ketika tercetus ide untuk membangun Menara Air ?akhirnya dikenal sebagai Kantor Ledeng?pada tahun 1928, utang Haminta Palembang sudah menumpuk. Untuk pajak jalan dan jembatan saja, mencapai 3,5 ton emas, Ini belum lagi keterpurukan akibat parahnya sistem administrasi. Setahun kemudian, 1929, setelah pembuatan master plan kotyaoleh Ir. Th. Karsten, dibangunlah sarana air bersih. Selain bangunan berupa menara ?saat ini, pendidtribusiannya dikenal sebagai sistem gravitasi?setinggi 35 meter dan luas bangunan 250 meter persegi. Bak tampungnya berkapasitas 1.200 meter kubik. Arsitek yang menangani pembangunan gedung ?juga dimanfaatkan sebagai Kantor Haminte dan Dewan Kota?ini adalah Ir. S. Snuijf. Dipilihlah lokasi gedung di tepi Sungai Kapuran dan Sungai Sekanak. Sehingga pada masa itu, posisi Kantor Ledeng tepat di tepian air. Namun kemudian, seiring dengan pembangunan jembatan yang melintasi Sungai Sekanak, Sungai Kapuran pun ditimbun. Akibatnya dapat diduga. Jalan yang melintas di depan Kantor Ledeng itu pun mengalami banjir saat musim hujan disertai pasang naik Sungai Musi. Ini terlihat pada sebuah foto yang berangka tahun 1930-an. Pada saat Kemerdekaan RI diproklamasikan, 17 Agustus 1945, Kantor Ledeng menjadi saksi heroisme pemuda di Palembang. Para pejuang yang terdiri atas bekas opsir Gyu Gun, yaitu Hasan Kasim, M. Arief, Dany Effendy, Raden Abdullah (Cek Syeh), Rivai, dan mantan opsir Gyu Gun lainnya, bekerja sama dengan kelompok pemuda yang dipimpin Mailan beserta pembantunya, Abihasan Said dan Bujang Yacob. Mereka mengibarkan bendera kebangsaan di empat sisi atas Kantor Ledeng.

Label:

RUMAH LIMAS


Rumah Limasmerupakan prototype rumah tradisional Palembang, selain ditandai denagn atapnya yang berbentuk limas, rumah limas ini memiliki ciri-ciri; - Atapnya berbentuk Limas - Badan rumah berdinding papan, dengan pembagian ruangan yang telah ditetapkan (standard) bertingkat-tingkat.(Kijing) - Keseluruhan atap dan dinding serta lantai rumah bertopang di atas tiang-tiang yang tertanam di tanah - Mempunyai ornamen dan ukiran yang menampilkan kharisma dan identitas rumah tersebut Kebanyakan rumah Limas luasnya mencapai 400 sampai 1.000 meter persegi atau lebih, yang didirikan di atas tiang-tiang kayu Onglen dan untuk rangka digunakan kayu tembesu Pengaruh Islam nampak pada ornamen maupun ukiran yang terdapat pada rumah limas. Simbas (Platy Cerium Coronarium) menjadi symbol utama dalam ukiran tersebut. Filosofi tempat tertinggi adalah suci dan terhormat terdapat pada arsitektur rumah limas. Ruang utama dianggap terhormat adalh ruang gajah(bahasa kawi= balairung)terletak ditingkat teratas dan tepat di bawah atap limas yang di topang oleh Alang Sunan dan Sako Sunan. Diruang gajah terdapat Amben (Balai/tempat Musyawarah) yang terletak tinggi dari ruang gajah (+/- 75 cm). Ruangan ini merupakan pusat dari Rumah Limas baik untuk adat, kehidupan serta dekorasi. sebagai pembatas ruang terdapat lemari yang dihiasi sehingga show/etlege dari kekayaan pemiliki rumah. Pangkeng (bilik tidur) terdapat dinding rumah, baik dikanan maupun dikiri. Untuk memasuki bilik atau Pangkeng ini, kita harus melalui dampar (kotak) yang terletak di pintu yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan peralatan rumah tangga. Pada ruang belakang dari segala terdapat pawon (dapur) yang lantainya sama tingkat dengan lantai Gegajah tetapi tidak lagi dibawah naungan atap pisang sesisir. Dengan bentuk ruangan dan lantai berkijing-kijing tersebut, maka rumah Limas adalah rumah secara alami mengatur keprotokolan yang rapi, tempat duduk para tamu disaat sedekah sudah ditentukan berdasarkan status tersebut di masyarakat

Label:

PULAU KEMARAU


Pulau yang terletak di bagian hilir Sungai Musi ini luasnya sekitar 5 ha. Di atasnya, kini berdiri sebuah kelenteng Hok Ceng Bio yang mulai dibangun tahun 1962. Sebelumnya, kelenteng ini hanya berupa bangunan gubuk. Bagi penganut Budha, Kong Hu Cu, dan Tridharma di Palembang, pulau ini memiliki makna ritual yang tinggi. Selain menjadi pusat kegiatan Cap Go Meh (Hari Raya yang diselenggarakan pada hari ke-15 setelah Sincia atau Tahun Baru Kalender Lunar?juga dipercaya sebagai lambang cinta sejati. Kepercayaan ini berangkat dari legenda mengenai terbentuknya Pulau Kemaro. Pangeran dari Negeri Cina, Tan Bun An, menikahi seorang putri Raja Palembang, Siti Fatimah. Keduanya meninggal di Sungai Musi. Setiap tahun memasuki malam kelima belas setelah Imlek, Pulau Kemaro dipadati penganut Tridharma yang merayakan Cap Go Meh. Bukan hanya berasal dari Indonesia, para penganut Tridharma, Budha, dan Kong Hu Cu yang berasal dari mancanegara pun hadir di pulau ini. Perayaan bulan purnama pada bulan Cia Gwee (bulan pertama tahun lunar) ini dilakukan semua marga Tionghoa, baik ia beragama Budha, Taoisme, atau Kong Hu Chu. Tetapi, untuk ritual sembahyang, hanya dilakukanoleh umat Tridharma. Perayaan serupa ini tidak hanya berlangsung di Kelenteng Hock Ceng Bio, Pulau Kemaro. Daerah lain seperti Manado, Pontianak, Jawa Timur, dan Medan pun menjadi pusat perayaan CapGo Meh. Hanya, perayaan di Pulau Kemaro sangat khas dibandingkan tempat lain Saat ritual berlangsung, sembahyang dilaksanakan di enam tempat, baik di luar maupun dalam kelenteng. Sekitar pukul 23.00 dilakukan sembahyang kepada Thien (Tuhan di langit) selama 15 menit. Ritual dilanjutkan dengan sembahyang bagi Hok Tek Cin Sin (Dewa Bumi) selama 15 menit. Secara faktual, Pulau Kemaro memiliki rangkaian sejarah yang panjang. Masa Kerajaan Palembang, pulau ini menjadi basis pertahanan atau benteng. Karena kekalahan VOC pada tahun 1658, Armada Perang Belanda di bawah pimpinan Joan Van der Laan menargetkan perebutan benteng di pulau ini sebagai prioritas pada perang yang terjadi tahun 1659. Pasca pemberontakan yang dikenal sebagai Gerakan 30 September atau G 30S/PKI, Pulau Kemaro kembali memegang peran sejarah. Di bagian hilir pulau itu, yang mengarah ke muara, dibangun semacam kamp tahanan. Di tempat inilah, orang-orang yang dituduh sebagai anggota PKI ditahan. Sebetulnya, bukan hanya penahanan yang terjadi melainkan juga pembantaian. Bahkan pada masa tahun 1965 akhir hingga tahun 1966, warga Kota Palembang sempat tidak mau makan ikan dan udang dari Sungai Musi.

Label:

Rabu, 24 September 2008

JEMBATAN JMPERA



Sejarah jembatan ampera
Ide untuk menyatukan dua daratan di Kota Palembang " Seberang Ulu dan Seberang Ilir " dengan jembatan, sebetulnya sudah ada sejak zaman Gemeente Palembang, tahun 1906. Saat jabatan Walikota Palembang dijabat Le Cocq de Ville, tahun 1924, ide ini kembali mencuat dan dilakukan banyak usaha untuk merealisasikannya. Namun, sampai masa jabatan Le Cocq berakhir, bahkan ketika Belanda hengkang dari Indonesia, proyek itu tidak pernah terealisasi. Pada masa kemerdekaan, gagasan itu kembali mencuat. DPRD Peralihan Kota Besar Palembang kembali mengusulkan pembangunan jembatan kala itu, disebut Jembatan Musi dengan merujuk na-ma Sungai Musi yang dilintasinya pada sidang pleno yang berlangsung pada 29 Oktober 1956. Usulan ini sebetulnya tergo-long nekat sebab anggaran yang ada di Kota Palembang yang akan dijadikan modal awal? hanya sekitar Rp 30.000,00. Pada tahun 1957, dibentuk panitia pembangunan, yang terdiri atas Penguasa Perang Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya, Harun Sohar, dan Gubernur Sumatera Selatan, H.A. Bastari. Pendampingnya, Walikota Palembang, M. Ali Amin, dan Indra Caya. Tim ini melakukan pendekatan kepada Bung Karno agar mendukung rencana itu. Usaha yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang, yang didukung penuh oleh Kodam IV/Sriwijaya ini kemudian membuahkan hasil. Bung Karno kemudian menyetujui usulan pembangunan itu. Karena jembatan ini rencananya dibangun dengan masing-masing kakinya di kawasan 7 Ulu dan 16 Ilir, yang berarti posisinya di pusat kota, Bung Karno kemudian mengajukan syarat. Yaitu, penempatan boulevard atau taman terbuka di kedua ujung jembatan itu. Dilakukanlah penunjukan perusahaan pelaksana pembangunan, dengan penandatanganan kontrak pada 14 Desember 1961, dengan biaya sebesar USD 4.500.000 (kurs saat itu, USD 1 = Rp 200,00). Biaya ini akan dihitung dari pampasan (kompensasi) perang Jepang. Proyek Musi hingga akhir tahun 1970-an, warga Palembang menyebut Jembatan Ampera sebagai Proyek Musi?ini mulai dibangun April 1962 dan selesai pada Mei 1965. Jembatan dengan konstruksi baja yang diperkuat kawat baja itu, memiliki panjang 1.100 meter dengan lebar 22 meter. Keenam kakinya, dipancang sedalam 75 meter. Bagian atasnya, terdapat dua menara setinggi 75 meter dengan jarak bentang antar-menara 71,5 meter. Ketinggian bentang jembatan dari air 11,5 meter saat air surut dan 8 meter saat pasang naik itu dapat diangkat ketika akan dilalui kapal. Saat bentang diangkat, ketinggiannya dari air mencapai 63 meter. Kapal yang dapat melaluinya berukuran tinggi 9 meter-44,5 meter dan lebar 60 meter. Untuk mengangkat bentang jembatan seberat 994 ton ini, ditempatkanlah bandul yang masing-masing seberat 450 ton di kedua menara. Kecepatan angkatnya mencapai 10 meter per detik.

Label: